Hadiah Ulang Tahun Terindah Dari Ibu Tiri 3 - 4



Ternyata benar ucapan Mamie. Tak lama kemudian pnisku yang masih berada di dalam liang vgina Mamie, mulai menegang lagi sedikit demi sedikit.


“Nah tuh… udah ngaceng lagi kan?” ucap Mamie sambil menggoyang - goyangkan pinggulnya sedemikian rupa, sehingga pnisku terasa seperti diremas - remas dan dibesot - besot. Karuan saja makin lama pnisku makin ngaceng.


“Udah keras nih,” ucap Mamie, “ayo entotin lagi.”


“Iya Mam…” sahutku sambil mengayun pnisku perlahan - lahan. “Mam… aku yakin… aku mulai cinta sama Mamie…”


“Apa?” tanya Mamie sambil tersenyum.

“Aku cinta Mamie,” sahutku agak keras.


“Apa?!” tanya Mamie dengan tatapan dan senyum yang menggoda.

“Aku cinta Mamie !!!” teriakku cukup keras.


“Sttttt! Jangan teriak juga kali. Nanti kedengaran si Bibi.”

“Eh… iya yaa… maaf Mam…”


“Mamie hanya ingin mendengar pernyataan cintamu berulang - ulang… karena mamie bahagia mendengarnya.”


Kenapa Mamie merasa bahagia mendengar ucapan cintaku? Apakah karena Mamie juga mencintaiku? Entahlah.


Yang jelas aku melanjutkan aksiku sambil merapatkan pipiku ke pipi hangat Mamie, sambil bergumam terus setengah berbisik, “Aku cinta Mamie… aku cinta Mamie… aku cinta Mamie… aaaakuuuu cintaaa Maaamie…”


Tiba - tiba Mamie memagut bibirku ke dalam ciuman hangatnya. Disusul dengan bisikannya, “Kamu pikir mamie tidak mencintaimu? Kalau mamie tidak mencintaimu, tak mungkin mamie biarkan kamu menyetubuhi mamie Chep…”


“Ja… jadi Mamie juga mencintaiku?” tanyaku sambil menghentikan entotanku sejenak.


Mamie menatapku sambil tersenyum. Membelai rambutku dengan lembut. Lalu menyahut perlahan, “Iya… mami cinta dan sayang kamu Chepi…”


Entah kenapa, mendengar pengakuan Mamie itu aku jadi bahagia… bahagia sekali.


Malam ini memang malam jahanam. Tapi duniaku terasa indah sekali.


Lalu Mamie memberitahu titik - titik yang peka di wilayah dada dan kepalanya. Dan memberitahu trik supaya Mamie merasakan nikmatnya disetubuhi olehku.


Aku pun mulai mengerti trik dan titik - titik peka itu.


Maka mulailah aku mengayun kembali pnisku sambil menjilati leher jenjang Mamie.


Kelihatan sekali Mamie menikmatinya. Terlebih ketika aku mengemut pentil toket kirinya, sementara tangan kiriku meremas toket kanannya. Maka mulailah aku merasakan sesuatu yang baru. Bahwa pinggul Mami mulai bergeol - geol, meliuk - liuk dan menghempas - hempas. Liang vginanya pun terasa membesot - besot dan meremas - remas pnisku.


Cukup lama hal ini terjadi. Sementara rintihan - rintihan Mamie pun mulai terdengar.


“Aaaaaaah… aaaaa… aaaaah… Chepiiiii… mamie juga cinta kamu Sayaaaang… entot terus Cheeeep… entooootttttttt… iyaaaaa… iyaaaaa… entoooooooootttttttt… pnismu luar biasa enaknya Cheeeep… aaaaaa… aaaaaaaah… Chepiiiiii… ini luar biasa enaknya Cheeeeeep …


Bahkan pada suatu saat Mamie berkelojotan sambil mendesah dan merintih, “Aaaaa… aaaaa Cheeepiiii… mamie mau lepas… mau lepasss… aaaaaaa… aaaaaaahhhh… aaaa…”


Mulutnya ternganga sementara tubuhnya mengejang, tegang sekali. Aku belum tahu harus berbuat apa, sehingga kubiarkan saja pnisku terbenam di dalam liang vginanya. Tanpa kugerakkan lagi.


Lalu sesuatu yang sangat erotis terjadi. Liang vgina Mamie terasa berkedut - kedut kencang. Disusul dengan membasahnya liang vgina yang tengah mencengkram pnisku ini.


Lalu tubuh Mamie terasa melemas. Disusul dengan kecupan hangatnya di bibirku. Dan Mamie pun berkata perlahan, “Terima kasih ya Sayang… belum pernah mamie merasakan disetubuhi yang senikmat ini.”


“Mamie sudah orgasme?” tanyaku sambil mengusap pipi Mamie yang mengkilap karena berkeringat.


“Iya Sayang,” sahut Mamie sambil melingkarkan lengannya di leherku, “Tapi kamu belum ejakulasi kan? Ayo entotin lagi… jangan direndem terus…”


Aku pun mengayun kembali pnisku di dalam liang vgina Mamie yang terasa jadi lebih licin daripada tadi. Tapi bagiku malah lebih enak. Sehingga dengan sangat bergairah aku mengentot liang vgina Mamie lebih cepat dari tadi.


“Mamie… vginanya jadi lebih enak… jadi licin sekali Mam…” ucapku di tengah gencarnya mengentot ibu tiriku yang cantik dan selalu baik padaku itu.


“Kon… pnismu juga enak sekali Chep… bisa - bisa ketagihan mamie nanti…” sahut Mamie yang mata indahnya merem melek lagi.


“Kapan pun aku siap untuk melakukannya lagi nanti.”


“Iya Sayang… mamie memang sudah jatuh cinta padamu… aaaaaah… ini mulai enak lagi… entot terus Cheeepiii… sambil jilatin leher mamie kayak tadi… aaaaaa… aaaah… aaaa… aaaaah… aaaaa… aaaaaaahhhhhhh… hhhhhh… hhhhhh…”


Mulutku memang sudah beraksi lagi, menjilati bagian - bagian peka di tubuh Mamie yang terjangkau oleh lidahku. Ketika aku sedang menjilati leher dan telinga Mamie, tangan kiriku pun giat meremas toket kanannya. Sementara pnisku seolah sedang memompa liang vgina Mamie yang luar biasa enaknya ini.


Tak cuma itu. Pada suatu saat aku pun mulai menjilati ketiak Mamie disertai dengan sedotan - sedotan kuat, sehingga Mamie semakin klepek - klepek dibuatnya. Meski mulai menggoyang pinggulnya, rintihan dan rengekan histeris Mamie pun mulai terdengar lagi.


“Chepiiii… oooohhhh… Chepiii… kamu sudah semakin pandai Sayang… ini semakin enaaak… ooooh… Cheeeep… pnismu memang luar biasa enaknya… oooooooh… entot teruuuuss Cheeeeep… iyaaaaa… iyaaaa… iyaaaa… entooooooottttttt… ooooh… oooo… ooooooohhhhh… Cheeeepiiii…


Tubuhku mulai bersimbah keringat. Namun aku malah semakin bersemangat untuk mengentot liang vgina Mamie yang luar biasa enaknya ini.


Goyangan pinggul Mamie pun semakin menggila. Memutar - mutar, meliuk - liuk dan menghempas - hempas ke kasur. Sehingga pnisku terasa dibesot - besot dan diremas - remas oleh liang vgina yang sangat licin ini.


Sampai pada suatu saat, terdengar Mamie berkata terengah, “Chep… mamie mau lepas lagi. Ayo barengin Chep… biar nikmat…”


Sebenarnya aku pun sedang berada di detik - detik krusial.


Maka atas permintaan Mamie, naluriku bilang bahwa aku harus mempercepat entotanku. Ya… aku mempercepat ayunan pnisku, laksana pelari yang sedang sprint di depan garis finish.


Sampai pada suatu detik, aku dan Mamie seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Saling cengkram dan saling remas sekuatnya, seolah ingin saling meremukkan tulang kami.


Pada saat itulah Mamie terkejang - kejang dengan mata terpejam, sementara aku membenamkan pnisku sedalam mungkin, tepat pada saat pnisku sedang mengejut - ngejut sambil menembak - nembakkan lendir kenikmatanku.


Crooootttttt… crotttt… croooottttttt… croootttttt… crooootttt… crooootttt…!


Lalu kami sama - sama terkulai lunglai. Dalam kepuasan sedalam lautan.


Malam itu adalah malam yang takkan kulupakan seumur hidupku. Bahwa aku sudah menyetubuhi Mamie untuk pertama kalinya.


Jahanam memang perbuatanku ini. Karena Mamie itu istri Papa. Milik Papa yang paling berharga, sementara aku telah mencurinya. Padahal Papa itu sangat menyayangiku. Lalu beginikah aku membalas kebaikan Papa?


Namun di sisi lain, aku menganggap betapa indahnya malam jahanam itu. Karena aku sudah merasakan sesuatu yang tadinya kuanggap hanya obsesi belaka.


Semakin indah lagi setelah Mamie mengajakku mandi bareng di kamar mandiku.


“Masih ingat waktu kamu sering mamie mandikan dahulu?” tanya Mamie sambil menyabuni tubuhku.


“Iya… di pancuran di kampung Mamie. Aku masih di SD kan saat itu Mam,” sahutku.


“Iya. Kamu masih kecil saat itu. pnismu juga masih kecil. Tapi sekarang udah panjang gede gini. Sudah bisa nakalin vgina mamie pula,” ucap Mamie pada waktu menyabuni pnisku yang sudah terkulai lemas ini.


Tapi tak cuma menyabuni pnisku, melainkan juga mengocoknya. Sehingga perlahan - lahan pnisku mulai menegang kembali.


“Hihihihihiii… pnismu udah ngaceng lagi Chep. Emang masih kepengen ngentot lagi ya?”

“Nggak tau… kalau udah ngaceng gini berarti masih bisa ngentot lagi Mam?”


“Iya. Tapi sekarang sudah jam setengah tiga pagi. Mendingan tidur aja, biar kamu gak kesiangan kuliah nanti.”


“Sekarang kan tanggal merah Mam.”


“Oh iya ya. Berarti kamu libur hari ini. Ya udah… selesaikan aja mandinya dulu. Kalau masih kepengen ngentot lagi, nanti mamie kasih.


Setelah selesai mandi, kami bersetubuh lagi di atas bedku. Durasinya lebih lama lagi, karena bagiku persetubuhan ini adalah persetubuhan yang ketiga kalinya. Tak urung Mamie orgasme dua kali lagi sebelum aku ngecrot crot crottt crotttt di dalam liang vginanya yang sangat fantastis bagiku.


Kemudian kami tertidur nyenyak. Inilah untuk pertama kalinya aku tidur dalam pelukan Mamie, dalam keadaan sama - sama telanjang pula.


Esok paginya kami sama - sama bangun terlambat. Bahkan ketika aku sudah duduk di atas bed, kulihat Mamie masih nyenyak tidur. Dan aku tak mau mengganggunya. Aku turun dari bed dengan hati - hati, kemudian melangkah ke kamar mandi.


Setelah selesai mandi, kukenakan baju dan celana piyama. Sementara Mamie masih tidur juga. Padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul 10 pagi.


Dengan sabar kutunggu Mamie bangun sendiri.


Dan ketika Mamie sudah bangun, aku menyongsongnya dengan kecupan mesra di sepasang pipinya, sambil berkata setengah berbisik, “Terima kasih Mam. Khayalanku sudah menjadi kenyataan. Bahkan lebih daripada yang pernah kukhayalkan.”


Mamie tersenyum manis. Lalu bangun dan berkata, “Dengan mama kandungmu aja belum pernah dipelukin dalam keadaan sama - sama telanjang kan?”


“Iya Mam.”

“Terus… sekarang hatimu bahagia?” tanya Mamie sambil mengenakan kimononya.

“Sangat bahagia Mam.”


“Syukurlah. Mamie juga bahagia karena telah mendapatkan kebujanganmu. Tapi kalau Papa sudah datang, kita harus cari - cari kesempatan. Mungkin kalau Papa sedang di kantor dan kamu kuliah sore, baru bisa kita lakukan.”


“Iya Mam. Ohya kapan Papa pulang?”


“Katanya sih besok malam. Dipercepat dua hari, karena ingat kamu sedang berulang tahun hari ini.”


Esok malamnya Papa benar - benar pulang.


Begitu masuk ke dalam rumah, Papa langsung memanggilku. Entah kenapa, karena aku merasa sudah melakukan kesalahan besar kepada Papa, jantungku berdegup kencang waktu menghampiri beliau.


Ternyata Papa memeluk dan mencium dahiku, lalu berkata, “Selamat ulang tahun yang kedelapanbelas, ya Chep. Semoga panjang umur dan sukses selalu. Maafkan papa karena tidak bisa pulang pada hari ulang tahunmu kemaren. Tapi papa sudah transfer dana ke rekening tabunganmu, sebagai hadiah ulang tahun. Terserah kamu mau diapakan duit itu nanti, karena kamu sekarang sudah mulai dewasa.


“Iya Pap… terima kasih. ”

“Kapan kamu libur panjang?” tanya Papa.

“Dua minggu lagi Pap. “


“Nah… sekarang kamu sudah besar. Sudah dewasa. Zaman dahulu malah patokan dewasa itu pada usia tujuhbelas. Jadi kamu sudah bisa menilai sendiri mana yang baik dan mana yang buruk bagimu. Karena itu sekarang papa izinkan kamu untuk berjumpa dengan mamamu. Biar bagaimana Mama itu adalah ibu kandungmu.


“Iya Pap. Terima kasih. “

“Kamu masih ingat rumah mamamu kan?”


“Masih Pap. Rumahnya kan yang menghadap ke jalan raya, tapi di sampingnya ada jalan kecil. “


“Iya,” jawab Papa, “Di halaman depannya banyak pohon delima dan pohon mangga. ““

“Iya Pap. Aku masih ingat semuanya. “

“Lalu kamu mau pakai apa ke sana? Pakai bus?”

“Pake motor aja Pap. Biar bebas setelah ada di rumah Mama nanti. “


Dua minggu kemudian, aku sudah melarikan motorku ke kampung Mama yang jaraknya 60 kilometer dari kotaku.


Jalan cukup padat dengan kendaraan roda empat mau pun roda dua. Untunglah aku memakai motor, sehingga bisa selap - selip ke kiri ke kanan.


Dalam tempo relatif cepat aku pun sudah tiba di kampung Mama yang hanya kota kecamatan. Tanpa kesulitan sedikit pun aku tiba di depan rumah Mama yang masih sangat kuingat. Bahkan pohon mangga yang berderet di depan rumah Mama masih tetap seperti dahulu. Seperti waktu aku suka bermain di bawah pepohonan di masa kecilku, waktu Mama belum bercerai dengan Papa.


Ketika aku celingukan di dekat pintu depan, terdengar suara wanita dari ambang pintu itu, “Mau nyari siapa Dek?”


Aku terkejut dan mengamati wanita itu yang masih sangat kuingat. Yaaa… dia Mama kandungku!


“Mama lupa sama aku? Ini Chepi Mam,” sahutku yang disusul dengan mencium tangan Mama.


“Chepiiiii?! Ya Tuhan… “Mama merangkul dan memelukku sambil menangis tersedu - sedu, “Chepiiii… hiks… anakkuuuu… ooooooohhh… mama memang yakin bahwa pada suatu saat kamu akan datang juga. Karena pertalian darah dan batin kita takkan pernah putus… huuuuu… hiksss… Chepiiiiii…


Lalu Mama berjalan terhuyung - huyung sambil kudekap pinggangnya erat - erat, karena takut beliau terjatuh.


Kemudian Mama kududukkan di sofa. Sementara aku berlutut di lantai sambil menciumi lututnya, sambil bercucuran air mata.


Dengan suara sendu aku berkata, “Baru hari ini aku diijinkan oleh Papa untuk menjumpai Mama. Bahkan Papa nyuruh untuk menghabiskan liburanku selama dua minggu di sini. “


Mama menciumi rambutku dan masih terisak - isak. “Kekuatan apa pun takkan bisa memisahkan anak dengan ibu kandungnya. Mama memang mengerti kenapa kamu tidak diijinkan ke sini pada waktu masih kecil… hiks… hiks… mama berjuang untuk menenangkan hati mama selama ini. Untung masih banyak saudara yang sering menghibur hati mama dan berusaha menabahkan mama.


“Sudah Mam. Jangan menangis terus. Sekarang aku kan sudah diijinkan untuk menjumpai Mama di hari - hari luburku nanti. “


Mama pun berusaha menahan isak tangisnya. “Sekarang usiamu sudah berapa tahun?”


“Delapanbelas. Berarti usia Mama sekarang tigapuluhdelapan ya?”

“Iya. Kok kamu bisa tau?”

“Dahulu Mama kan pernah bilang, usia Mama duapuluh tahun waktu melahirkan aku. “

“Iya, iyaaa… sekarang kamu sudah jadi mahasiswa kan?”

“Iya Mam. Baru semester dua. “


“Syukurlah. Semoga kamu sukses di dalam menempuh pendidikan sampai jadi sarjana ya Chep. “


“Amiiin… “


Mama masih tetap seperti dahulu, seperti waktu mau berpisah denganku. Usia Mama lebih tua sepuluh tahun daripada Mamie. Jadi usiaku dengan usia Mamie dan usia Mama seperti tangga. Usia Mamie sepuluh tahun lebih tua dariku, usia Mama sepuluh tahun lebih tua dari Mamie.


Aku tak mau membanding - bandingkan fisik Mama dengan Mamie. Karena Mama dan Mamie punya kelebihan masing - masing. Dari perawakannya saja sudah jauh berbeda. Mamie berperawakan tinggi langsing, sementara Mama bertubuh tinggi montok. Mata Mamie agak menyipit, dengan hidung mancung meruncing. Sedangkan Mama bermata bundar dengan hidung mancung benar, mirip orang Pakistan.


Mama kelihatan sangat senang dengan kehadiranku di rumahnya. Lalu Mama sibuk di dapur bersama seorang pembantu yang datang pagi pulang sore, kata Mama.


Ketika hari sudah mulai sore, Mama mengajakku makan bersama. Sengaja aku duduk di samping Mama, karena aku mendadak jadi manja, ingin disuapi segala oleh ibu kandungku.


Mama ikuti saja keinginanku. Ia menyuapiku sambil berkata, “Waktu masih kecil kamu seneng sekali makan abon sapi dan sambel oncom yang kering dan dihaluskan. Sekarang masih suka?”


“Masih Mam,” sahutku, “Tapi Mamie cuma sekali - sekali aja menyediakan makanan favoritku itu. “


“Ibu tirimu galak nggak?” tanya Mama.


“Nggak. Sejak tinggal bersama dia sampai sedewasa ini, aku gak pernah dimarahi olehnya. Apalagi kekerasan, tak pernah terjadi. Dijewer telinga aja gak pernah. “


“Syukurlah kalau begitu. Kapan - kapan ajak dia ke sini. Mama akan terima dengan baik kok. Mama sudah tidak punya perasaan dendam lagi padanya. Yang penting dia mau merawat anak mama sebaik mungkin. “


“Iya, Mama tenang aja. Mamie gak pernah memperlakukanku secara buruk. “


Lalu kami lanjutkan ngobrolnya di ruang keluarga, sambil nonton televisi yang sedikit pun tak masuk di pikiranku. Entah kenapa, aku malah teringat - ingat Mamie terus. Teringat Mamie dan segala yang pernah terjadi dengannya.


Setelah hari mulai malam, Mama menempatkanku di kamar depan, yang sudah diberesi serapi mungkin. Tapi aku merasa kamar itu bekas kamar kakek dan nenek yang sudah tiada. Jujur, aku takut tidur di kamar itu sendirian. Maka kataku, “Nggak mau tidur di kamar depan ah. “


“Abis mau di kamar mana lagi? Kamar yang layak ditempati hanya ada dua. Apa mau di kamar mama?” tanya Mama.


Dengan gaya manja aku memeluk Mama dari belakang sambil berkata, “Iya… mau tidur sama Mama aja. Sebelum kita berpisah, aku kan masih suka tidur sama Mama. Nyaman sekali tidur dalam pelukan Mama. “


“Ya udah. Bawa tas pakaianmu ke kamar mama gih,” kata Mama sambil tersenyum.

“Iya Mam… emwuaaah…” sahutku yang disusul dengan kecupan di pipi Mama.


Malam itu aku merasa nyaman sekali tidur di dalam dekapan Mama. Setelah sembilan tahun berpisah, aku bisa merasakan lagi nyamannya dekapan dan kehangatan ibu kandung.


Malam kedua pun begitu. Bahkan di malam kedua itu, sebelum tidur kami masih sempat ngobrol di atas tempat tidur Mama.


“Mama kan belum tua. Empatpuluh tahun juga belum. Kenapa Mama tidak menmikah lagi?” tanyaku sambil mendekap pinggang Mama.


“Ah… yang naksir mama sih banyak. Tapi mama takkan kawin lagi Chep. “

“Kenapa?”

“Kawin lagi juga percuma, karena mama takkan bisa hamil dan melahirkan lagi. “

“Kok gitu? Kenapa gak bisa hamil lagi? “


“Ada masalah di rahim mama. Makanya waktu melahirkan kamu, dokter melarang mama hamil lagi. Kemudian mama disterilkan, agar tidak bisa hamil lagi. Kata dokter, kalau mama hamil lagi sangat berbahaya. “


“Ogitu Mam?! Kok baru sekarang aku dengar ceritanya. “


“Sebelum kita berpisah, kamu kan masih kecil. Baru umur sembilan tahun. Makanya mama merasa belum saatnya membicarakan masalah ini padamu.”


“Iya Mam. Lagian waktu itu aku belum punya handphone. Setelah punya pun bingung sendiri, karena aku belum tahu Mama pakai handphone nggak. Kalau punya pun, aku belum tau nomornya. “


“Iya. Mulai sekarang sih kita bisa ngobrol lewat hape ya?”

“Iya Mam. Kalau aku kangen Mama dan gak bisa ke sini, aku bakal nelepon aja nanti. “

“Iya… “


Lalu kami tertidur.


Di malam ketiga, aku malah duluan masuk ke kamar Mama, sementara Mama masih asyik nonton sinetron di televisi.


Pada malam ketiga inilah terjadi sesuatu yang tak pernah terpikirkan sebelumnya, apalagi merencanakannya. Saat itu aku sudah rebahan di bed Mama, dengan mata terpejam. Tapi sebenarnya aku belum tertidur. Hanya merem - merem ayam.


Lalu kulihat Mama masuk ke dalam kamarnya ini. Menengok ke arahku yang sedang merem - merem ayam ini. Lalu sambil membelakangiku, Mama melepaskan jilbabnya, disusul dengan baju jubah panjang hitamnya. Sehingga tinggal beha dan celana dalamnya yang masih melekat di tubuhnya. Kedua benda itu pun lalu dilepaskan.


Lalu entah setan mana yang merasuki jiwaku saat itu. Yang jelas, diam - diam pnisku mulai menegang di balik celana piyamaku…!


Dalamn keadaan telanjang bulat, Mama membuka lemari pakaiannya. Dan mengeluarkan sehelai kimono hitam yang lalu dikenakannya. Sehingga aku tahu benar bahwa di balik kimono itu Mama tidak mengenakan apa - apa lagi. Mungkin sudah menjadi kebiasaannya begitu kalau mau tidur.


Ketika Mama naik ke atas tempat tidur, aku langsung bereaksi. Mendekap Mama, tapi bukan pada pinggangnya, melainkan di toket gedenya yang masih tersembunyi di balik kimono hitamnya.


Mama agak kaget. Lalu terdengar suaranya, “Belum tidur?”


“Belum,” sahutku sambil memegang toket Mama yang sebelah kanan, “Pengen nenen dulu seperti masa kecil dahulu, boleh kan?”


“Hihihihiiii… kamu inget masa kecil?”


“Iya. Sampai kelas dua SD aku masih suka ngemut puting payudara Mama sebelum tidur,” kataku sambil bergerak menelungkup di samping Mama. Lalu kuemut pentil toket kanannya.


Sebenarnya ini salah satu trik yang kudapat dari Mamie. Bahwa kalau pentil toket diemut sambil dijilati, pasti perempuan itu akan terangsang dan jadi horny. Maka itulah yang kulakukan. Kuemut pentil toket Mama sambil menjilatinya.


Mama tidak menolak. Bahkan dengan lembut dibelainya rambutku. Dan berkata perlahan, “Kamu anak mama satu - satunya Chep. Apa pun yang kamu inginkan, akan mama kabulkan. “


Mendengar ucapan itu spontan tanganku terjulur ke bawah. Ke balik kimononya, tepat pada selangkangannya. Sambil berkata, “Kalau semua keinginanku akan Mama kabulkan, ajari aku tentang cara bersetubuh ya Mam. “


“Haaaa?! “Mama tampak kaget, “Yang begituan sih gak perlu diajarin. Nanti juga bisa sendiri. “


Pada saat itu pula aku telah berhasil menyelinapkan jari tanganku ke dalam celah vgina Mama. “Aku ingin merasakan bersetubuh Mam. Kata orang - orang sih enak sekali. Makanya aku ingin nyoba. Dimasukkannya ke sini ya Mam?” tanyaku pura - pura belum punya pengalaman dalam soal seks.


“Iya Sayaaang… tapi mama ini kan ibumu Naaak… “

“Terus kalau ingin nyoba harus dengan pelacur?”


“Hush…! Jangan Sayang. Kalau dengan pelacur, nanti kamu bisa ketularan penyakit kotor. Hiii… serem…! Apalagi kalau ketularan HIV… takkan bisa disembuhkan. Ngeriiii… “


“Ya udah, kalau gitu sama Mama aja. Kan Mama sudah jadi janda. Gak ada yang punya. “


“Tapi mama ini ibumu… yang mengandung dan melahirkanmu… “suara Mama mulai mengambang. Karena jari tanganku mulai kugesek - gesekkan ke celah vginanya yang mulai basah. Anehnya, Mama tidak berusaha mengeluarkan jari tanganku dari liang vginanya. Bahkan lalu berkata lirih, “Sayang… jangan bikin mama bingung dong.


Lalu… diam - diam tangannya pun menyelundup ke balik celana piyamaku lewat lingkaran elastisnya di bagian perutku. Dan… ketika aku sedang asyik - asyiknya menggesek - gesekkan jari tengahku ke liang vgina Mama yang makin basah ini, tiba - tiba tangan Mama memegang batang pnisku yang sudah ngaceng berat ini…


“Chepi… ini pnismu diapain bisa gede dan panjang banget gini?” tanya Mama.

“Gak diapa - apain Mam. “


“Lebih gede dan lebih panjang daripada punya papamu Chep,” ucap Mama mengingatkan ucapan serupa yang terlontar dari mulut Mamie.


“Mungkin karena almarhumah nenek orang Pakistan ya Mam. “


“Mungkin aja. Iiiih… kebayang istrimu kelak, pasti ketagihan sama pnis sepanjang dan segede gini sih. “


“Jadi Mama mau kan ngajarin aku bersetubuh? Jangan pake alesan ini itu lagi Mam. Kalau ya jawab ya, kalau tidak jawab tidak aja. “


“Kalau mama jawab tidak mau, pasti kamu merajuk ya. “


“Iyalah. Aku lagi kebelet gini, pengen ngerasain bersetubuh. Kalau Mama gak mau, aku pulang aja malam ini juga. Di kota kan gampang nyari pelacur jam berapa juga. “


“Ya udah… udah… tadi mama udah janji akan mengabulkan apa pun yang kamu inginkan. Demi sayangnya mama sama kamu. Lepasin dulu baju dan celanamu Chep. “


Buru - buru kulepaskan baju dan celana piyamaku, karena takut pikiran Mama berubah. Setelah telanjang bulat, Mama menyuruhku celentang di atas bed bertilamkan kain seprai bercorak kulit harimau.


Lalu Mama melepaskan kimononya, sehingga tubuh chubby-nya tak tertutup apa - apa lagi.


Dari dekat barulah aku sadat bahwa Mama mengenakan stoking berwarna yang mirip dengan kulitnya. Namun pandanganku terfokus ke sepasang toiketnya yang gede dan bergelantungan. Yang lebih fokus lagi adalah ke arah vginanya yang tembem dan bersih dari jembut.


Dalam keadaan telanjang Mama duduk di antara kedua kakiku. Lalu mendekatkan wajahnya ke pnisku yang sudah ngaceng berat ini. Dan… hap… sepasang bibir tebal tapi sensual itu menangkap leher pnisku, lalu jemari tangan Mama memasukkannya ke dalam mulutnya.


Tadinya kupikir Mama ingin main dalam posisi WOT, karena beliau berlutut dengan kedua lutut berada di kanan - kiri panggulku. Tentunya dengan vgina berada di atas pnis ngacengku. Tapi ternyata tidak. Mama bergerak terus ke atas, sehingga vginanya persis berada di atas mulutku. Pada saat itulah Mama berkata, “Jilatin dulu vgina Mama sampai basah ya.


“Siap Mam. vgina Mama seperti enak ngejilatinnya,” sahutku sambil membiarkan vgina Mama turun sampai “hinggap” di bibirku.


Kedua tanganku mengangakan vgina tembem Mama yang bersih dari jembut ini. Sehingga tampaklah bagian dalamnya yang berwarna pink itu. Bahkan kelentitnya pun tampak menonjol. Kata Mamie, kalau kelentit sudah muncul dari “persembunyian”nya, berarti pemilik kelentit itu sudah horny berat. Dalam kalimat lain, Mama juga sudah horny, makanya bersedia mengabulkan keinginanku.


Mama mulai mendesah - desah ketika aku mulai gencar menjilati vginanya. Bahkan ketika aku fokus menjilati kelentitnya, Mama mulai merengek - rengek histeris, “Ooooh… Chepiiii… iyaaaaaa… jilatin terus itilnya Cheeeep… aduududuuuhhhh… kamu kok seperti sudah pengalaman… bisa jilatin itil segala …


Kuhentikan jilatanku sejenak untuk menjawab, “Aku kan sering nonton bokep Mam…”


Lalu kulanjutkan menjilati itil Mama secara lebih intensif. Sehingga dalam tempo singkat saja vgina Mama terasa sudah sangat basah.


Tampaknya Mama pun menyadari hal ini. Karena ia cepat menelentang. “Ayolah masukin pnismu sini… mumpung vgina mama sudah basah,” kata Mama sambil menarik pnisku dan meletakkan moncongnya di ambang vgina Mama yang sudah ternganga basah. Lalu mencolek - colekkannya sebentar, seperti mencari arah yang ngepas.


Lalu Mama merentangkan sepasang paha gempal tapi putih mulus itu sambil berkata, “Ayo dorong pnismu Chep.”


Sebenarnya aku sudah berpengalaman dengan Mamie. Sehingga tanpa diberi instruksi pun aku sudah tahu apa yang harus kulakukan.


Maka kudorong batang kemaluanku sekuatnya. Dan langsung membenam lebih dari separohnya… blesssskkkk…!


“Oooo… oooooh… sudah ma… masuk Sayang, “Mama spontan merengkuh leherku ke dalam pelukannya, lalu merapatkan pipinya ke pipiku. “Kita kok jadi begini ya?”


“Mama kan pasti merasa kesepian setelah berpisah dengan Papa,” sahutku, “Jadi biarlah aku menggantikan Papa untuk mengisi kesepian Mama…”


Aku pun mulai mengayun pnisku di dalam liang vgina Mama yang kunilai tidak kalah dengan lezatnya vgina Mamie.


Mama pun mulai menggeliat - geliat sambil berdesis, “Mama berdosa besar ini Chep. Tapi ooooooh… pnismu kok enak banget Cheeeeep…”


“Soal dosa sih di dunia ini gak ada manusia yang steril dari dosa Mam,” sahutku sambil menghentikan entotanku sejenak.


“Iya… kenapa berhenti?”

“Aku mau menyampaikan sesuatu Mam.”

“Mau nyampaikan apa?”


“vgina Mama ini luar biasa enaknya. Hal itu akan mendorongku untuk sering - sering datang menjenguk Mama, sekaligus menikmati enaknya vgina Mama.”


Mama tersenyum sambil memijat hidungku. “Ayo lanjutin lagi…” ucapnya sambil menepuk pahaku yang tengah menghimpit pahanya yang gempal tapi sangat mulus. Tidak bergerinjal - gerinjal seperti paha orang kegemukan.


Dan yang jelas kurasakan, liang vgina Mama ini luar biasa enaknya. Empuk - empuk kenyal, namun setelah kuentot terasa sangat menjepit.


Selain daripada itu, mungkin aku merasakan daya sugestif, yang membuatku sangat nyaman mengentot ibu kandungku ini. Sehingga tiap gesekan antara pnisku dengan dinding liang kewanitaan Mama ini terasa nikmat dan sangat berarti bagiku.


Mama pun sepertinya mulai menikmati persetubuhan ini. Karena desahan dan rintihan histerisnya mulai terdengar. “Aaaaaaah… aaaaaah… Chepiiiii… sebenarnya kita tidak boleh melakukan ini… tapi… oooooh… kamu membuat mama jauh lebih nyaman daripada papamu Cheeep… pnismu enak sekali sayaaaang …


Perjalanan seksualku dengan Mama ini ternyata sangat variatif, karena Mama benar - benar ingin mengajariku tentang hubungan seks. Mama memang sangat atraktif. Ini yang tidak kuduga sebelumnya, karena tubuh Mama yang semok begitu. Tadinya kusangka Mama susah bergerak saking semoknya. Tapi ternyata sebaliknya.


Mama mengajakku mengubah posisi, menjadi posisi WOT. Lalu dengan lincahnya pinggul Mama naik turun, sehingga pnisku terasa dibesot - besot dan dipilin - pilin oleh liang vginanya.


Setelah Mama bercucuran keringat, Mama merebahkan diri, dalam keadaan miring membelakangiku. Mama menyuruhku memasukkan pnis ke dalam liang vginanya, tapi dari arah belakang tubuhnya.


Aku menurut saja. Lalu mengentot Mama yang sedang membelakangiku.


Tak cuma itu. Mama pun mengajakku ganti posisi lagi, menjadi posisi doggy. Aku pun setuju saja, karena memang ingin tahu banyak tentang posisi - posisi seks.


Lalu Mama merangkak dan menungging sambil menyuruh memasukkan kembali pnisku ke vgina Mama yang tampak nyempil di antara sepasang pangkal pahanya.


Lalu sambil berlutut aku mengentot lagi Mama dalam posisi doggy ini.


Ya… di malam jahanam ini aku menikmati lagi keindahan dan kenikmatan hubungan seks, meski dengan ibu kandungku sendiri.


Sementara aku yang sudah diajari oleh Mamie untuk mengatur pernafasan dan konsentrasiku, cukup lama menyetubuhi Mama ini. Aku tahu bahwa Mama sudah berkali - kali orgasme, sementara aku masih bertahan juga.


Akhirnya Mama mengajakku ganti posisi menjadi posisi missionary lagi. Aku mengiyakan saja. Dan Mama langsung celentang sambil merentangkan sepasang paha putih mulusnya selebar mungkin.


Lalu kubenamkan lagi pnisku ke dalam liang vgina Mama yang sudah becek itu dengan mudahnya. Blesssssss… pnisku langsung masuk sepenuhnya. Disambut dengan pelukan Mama dan ucapan, “Mama udah berkali - kali orgasme. Tapi kamu kok belum ngecrot juga sih? Mungkin kamu udah berpengalaman ya?”


“Nggak Mam,” sahutku, “Aku hanya sering nonton bokep dan baca buku tentang masalah seks.”


“Ngocok juga sering ya?”

“Nah… kalau ngocok sih sering. Daripada main sama pelacur kan lebih aman ngocok.”


“Iya sih. Tapi mulai saat ini jangan suka ngocok lagi ya. Kalau lagi kepengen datang aja ke sini. Mama akan selalu siap untuk meladeni anak semata wayang mama ini.”


Percakapan itu terhenti ketika aku sudah mulai mengayun kembali batang kemaluanku di dalam liang surgawi Mama.


Meski pun chubby, Mama sangat atraktif. Ketika aku menggencarkan entotanku, Mama pun mengayun pinggulnya dengan binal sekali. Sehingga meski liang vginanya sudah becek, aku dibuat terpoejam - pejam saking nikmatnya. Ya, dengan goyangan pinggul Mama yang memutar - mutar dan meliuk - liuk, terkadang menghempas - hempas ke kasur, pnisku terasa dibesot - besot dan dipilin - pilin oleh liang vginanya.


Keringat kami pun semakin membanjir.


Sampai pada detik - detik krusialku, “Mam… lepasin di dalam boleh?”


“Boleh,” sahut Mama, “Mama sudah steril Sayang… ooooh… kamu udah mau ngecrot?”

“Iii… iya Mam…”


“”Ayo deh kita lepasin bareng - bareng. Mama juga udah mau lepas lagi sayaaang… aaaaa… aaaaah… mau… mau lepaaaaassssssss… “Mama gedebak - gedebuk berkelojotan. Sampai akhirnya sekujur tubuh Mama mengejang tegang.


Pada saat yang sama kubenamkan pnisku sedalam mungkin. Lalu terasa lubang vgina Mama berkedut - kedut kencang. Pada detik - detik itu pula pnisku mengejut - ngejut, sambil meletuskan lendir kenikmatanku.


Crooootttt… croootttt… croooottttt… croooootttt… croooottttt… croootttt… crooootttt…!


Lalu aku terkapar di atas perut Mama.


Mama pun terkulai lemas. Tapi Mama masih menyempatkan diri untuk mencium bibirku, disusul dengan ucapan, “Terima kasih Sayang. Ternyata kamu malah jauh lebih memuaskan daripada papamu.”


Esok paginya aku duduk - duduk di pekarangan belakang yang luas dan hijau itu. Mama berasal dari keluarga yang terpandang. Karena ayahnya berdarah biru, sementara ibunya wanita Pakistan yang kaya.


Karena itu setelah kakek dan nenekku meninggal, peninggalannya pun cukup banyak. Antara lain rumah yang ditinggali oleh Mama ini, adalah rumah gedung antik, seperti gedung - gedung peninggalan zaman kolonial Belanda. Tapi rumah ini tampak kokoh sekali.


Rumah peninggalan kakek dan nenek cukup banyak. Tapi karena anaknya pun banyak, maka rumah itu pun dibagi - bagi. Rumah dan tanah yang Mama tempati ini, adalah jatah untuk Mama sendiri. Karena saudara - saudaranya yang 8 orang itu lebih memilih rumah di kota besar. Sementara Mama lebih suka tinggal di kota kecamatan ini, karena mengingat kakek dan nenekku di masa tua sampai meninggalnya tinggal di rumah antik ini.


Mama mencintai rumah antik ini. Karena tanah di belakangnya cukup luas. Hampir dua hektar. Tanahnya pun sangat subur, sehingga bisa ditanami beraneka pohon buah - buahan. Bisa ditanami sayur mayur pula. Mama pun bisa bebas memelihara ayam kampung sampai ratusan jumlahnya. Kalau ada sisa - sisa makanan, bisa ditaburkan ke ayam - ayamnya.


Bukan cuma itu. Di belakang reumah Mama ada kolam ikannya segala. Yang dipelihara adalah ikan yang bisa dikonsumsi. Bukan sekadar ikan hias.


Ketika aku sedang asyik menaburkan makanan ikan ke kolam itu, terdengar Mama memanggilku, “Chepiiii… !”


“Iya Mam,” sahutku sambil benaburkan sisa makanan ikan ke kolam. Lalu bergegas masuk ke dalam rumah antik dan kokoh itu.


“Ada apa Mam?” tanyaku.


“Sayang… mama punya nazar,” kata Mama sambil memegang bahuku, “Bahwa kalau kamu datang ke sini, mama akan membelikan sebuah mobil bagus. Sekarang lihatlah ke depan… itu mobil barumu sudah menunggu.”


Aku menengok ke depan rumah. Ternyata benar. Sebuah sedan hitam yang semerk dan setype dengan sedan Mamie, sudah menungguku di depan.


“Mama…! Ooooh… itu kan sedan mahal Mam…”


“Iya Sayang. Mama gak mau ngasih mobil Jepang. Karena itu mama beli mobil buatan Jerman, sahut Mama sambil membimbingku berjalan ke pekarangan depan.


Di samping mobil baru itu kucium sepasang pipi Mama sambil membisikinya, “Terima kasih Mama. Aku tak pernah membayangkan punya mobil sekeren ini.”


“Mama mengumpulkan duit hampir setahun untuk membeli mobil ini. Bahkan tiap bulan mama transfer ke dealer untuk membeli mobil ini. Bulan lalu sudah lunas. Tapi mama minta jangan dikirimkan dulu, karena kamunya belum datang.”


“Berarti Mama sudah punya feeling kalau aku mau datang ya?”


“Iya… feeling seorang ibu tentu tajam Sayang.”


“Mama sendiri gak punya mobil, kenapa mendahulukan aku?”


“Aaah, kalau mama punya mobil, harus gaji sopir dan sebagainya. Mama kan gak bisa nyetir, gak ngerti mesin dan sebagainya. Nanti malah ditipuin aja terus sama sopir. Makanya mama mengutamakan kamu, anak mama satyu - satunya. Supaya kamu tampil lebih bagus nanti. Kamu sudah punya SIM kan?”


“Ada Mam. SIM motor punya, SIM mobil juga punya. Kan kalau di rumah suka pakai mobil Papa. Ayo kita coba mobilnya sekarang Mam.”


“Iya, “Mama mengangguk sambil tersenyum ceria.


Tak lama kemudian aku sudah berada di belakang setir sedan hitam itu. Sementara Mama sudah duduk di sebelah kiriku.


“Bagaimana? Enak gak mobilnya?” tanya Mama setelah aku nyetir lebih dari setengah jam di jalan raya.


“Sangat - sangat enak sekali Mam. Tapi dibandingkan dengan vgina Mama sih tetap aja enakan vgina Mama. Hahahaaaaa…”


Mama menyahut perlahan, “Mama juga ketagihan sama pnismu Sayang…”


Begitulah… aku bukan hanya mendapatkan sebuah sedan mahal, tapi juga mendapatkan jatah vgina Mama selama liburan di rumahnya. Sehingga hari - liburanku menjadi hari - hari sibuk dengan hubungan seks…!


|| Baca Selanjutnya ==>>




Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)
To Top