“Tetap baik Pap,” sahutku.
“Makanya kamu harus bisa menyesuaikan diri padanya ya Chep. Jangan nakal dan turuti apa pun yang Mamie minta dan suruh.”
“Iya Pap.”
Mamie memang sangat baik padaku. Jadi, tidak ada hal yang harus kulaporkan kepada Papa.
Yang paling menyenangkan, setiap aku berulang tahun, Mamie selalu memberikan kado ulang tahun yang bagus - bagus. Bahkan pada saat aku berulang tahun yang ketujuhbelas, Mamie menghadiahkan sebuah motor bebek baru. Dengan pesan cepat bikin SIM A dan C, jangan dipakai ngebut - ngebutan, karena Mamie tidak ingin melihatku mengalami kecelakaan.
“Iya Mam,” sahutku, “Aku kan gak suka kebut - kebutan. Ohya… SIM A untuk apa Mam?”
“Kalau kamu sedang nyantai bisa kan nyetirin mobil mamie?”
“Owh… siap Mam. Aku kan udah bisa nyetirin mobil Papa. Tapi belum punya SIM, karena belum tujuhbelas tahun.”
“Iya, makanya nanti sekalian bikin SIM A. untuk biayanya sih nanti mamie transfer ke rekening tabunganmu.”
“Siap Mam.”
Sebelum menikah dengan Papa, Mamie harus resign dari perusahaan. Karena di dalam perusahaan itu tidak boleh ada dua orang atau lebih yang ada pertalian darah. Tidak boleh pula ada suami - istri yang sama - sama bekerja di perusahaan itu.
Itulah sebabnya harus ada yang resign salah seorang, Papa atau Mamie. Maka Mamielah yang resign, karena kedudukannya lebih rendah daripada Papa. Gajinya juga jauh lebih kecil daripada gaji dan penghasilan sampingan Papa.
Tapi Mamie sangat rajin berbisnis. Setelah resign dari perusahaan dan menikah dengan Papa, Mamie mencari uang sendiri di rumah. Sehingga banyak ibu - ibu berdatangan ke rumah sebagai rekan bisnis Mamie. Aku tidak tahu persis apa saja yang diolah oleh Mamie untuk bisnisnya. Kelihatannya Mamie menjual kebutuhan wanita semua.
Dan tampaknya Mamie sukses dalam bisnisnya. Sehingga ruang tamu dijadikan kantornya. Ada dua orang cewek yang bekerja di ruang tamu yang sudah dijadikan kantor itu.
Sukses Mamie memang mengagumkan. Sehingga dalam tempo singkat Mamie bisa membeli sebuah sedan yang harganya lebih mahal daripada mobil SUV Papa.
Ya… aku kagum pada gesit dan lincahnya Mamie dalam berbisnis.
Tapi… ada kekaguman lain yang kurahasiakan di dalam hati. Kagum pada kecantikan Mamie yang luar biasa pengaruhnya ke dalam batinku ini.
Yang membuatku heran adalah, sudah sekian lamanya Mamie jadi istri Papa, tapi tidak hamil - hamil juga. Apakah Mamie wanita mandul atau bagaimana? Entahlah. Aku tak berani menanyakannya.
Yang jelas, setiap kali aku berdekatan dengan Mamie, sudut mataku selalu “rajin” mencuri - curi pandang pada keelokannya. Bahwa Mamie berperawakan tinggi langsing, namun sepertinya padat berisi dan tidak kurus.
Kulitnya putih kekuningan. Sepasang matanya bundar bening. Hidungnya mancung meruncing. Bibirnya tipis merekah. Dan yang paling kukagumi adalah giginya itu. Putih dan rapi sekali, seolah sudah diatur semuanya. Maka kalau Mamie sedang tertawa, aku suka terlongong memperhatikan dua baris gigi yang rapi dan “tertib” itu.
Namun kekagumanku tentang daya pesona Mamie itu tetap kurahasiakan di dalam hati. Karena aku pun sadar bahwa Mamie itu milik Papa yang paling berharga.
Hari demi hari, minggu demi minggu dan bulan demi bulan berputar terus dengan cepatnya. Tanpa terasa nanti tengah malam jam nol-nol, umurku akan menjadi 18 tahun.
Aku malah teringat Papa yang sedang di luar kota. Kalau usiaku 18 tahun, usia Papa pun akan genap 60 tahun, karena Pazpa menikah dengan Mama waktu berusia 41 tahuyn dan katika aku lahir usianya sudah menjadi 42 tahun. Sedangkan Mama waktu melahikan aku usianya baru 20 tahun. Berarti sekarang usia Mama sudah 38 tahun.
Yang membuatku bersemangat di usia 18 tahun ini, karena Papa sudah berjanji bahwa kalau usiaku sudah 18 tahun, aku boleh menemui Mama di kampungnya yang masih kuingat jalannya. Bahkan bentuk rumahnya pun masih kuingat (kalau belum dirombak). Pokoknya rumah Mama itu hanya terhalang 1 rumah di samping Puskesmas.
Memang jam 00.00 nanti usiaku genap 18 tahun. Tapi kegiatanku di kampus tadi sangat meletihkan. Sehingga aku hanya kuat melek sampai jam 22.00, kemudian mengganti pakaianku dengan kaus oblong dan celana pendek serba putih, lalu terlelap tidur setelah mematikan lampu utama, tinggal lampu LED biru yang cuma 2 watt kubiarkan tetap menyala seperti biasanya.
Namun rasanya baru sebentar aku tidur (sebenarnya sudah 2 jam aku tidur), tiba - tiba aku merasa bahuku digoyang - goyang disertai suara wanita memanggil - manggil namaku, “Chep… Chepi… Chep… bangun dulu sebentar…”
Dengan malas - malasan aku membuka mataku. Dan alangkah kagetnya ketika di dalam keremangan cahaya lampu biru 2 watt, kulihat wajah… Mamie!
“Oooh… Ma… Mamie…!” ucapku tergagap, “Ada apa Mam?”
Aku spontan terduduk. Spontan juga Mamie mengecup sepasang pipiku disusul dengan ucapan, “Selamat ulang tahun yang ke delapan belas ya Chepi Sayang. Semoga panjang umur dan sukses di masa depan.”
Aku terperangah. Karena harum parfum yang Mamie kenakan, tersiar ke penciumanku. Membuat suasana jadi berbeda dengan biasanya. “Terima kasih Mam. Aku malah lupa kalau hari ini ulang tahunku,” ucapku berbohong. Padahal dari tadi sore aku sudah mengingat - ingat hari yang sangat penting bagiku ini. Lalu aku turun dari bed untuk menyalakan lampu utama.
Keadaan di dalam kamarku pun menjadi terang. Mamie pun berdiri dan mengusap - usap rambutku sambil bertanya, “Kamu mau hadiah apa di ulang tahunmu kali ini? Mau tukar motor bebekmu dengan moge?”
“Nggak Mam, “aku menggeleng, “Kalau punya moge, nanti malah jadi seneng main jauh - jauh. Motor yang ada sudah sangat menolong buat kuliah Mam.”
“Terus mau apa dong? Ngomong aja terus terang. Apakah kamu mau dibeliin jam tangan yang seharga dengan moge?”
“Nggak Mam. Di zaman sekarang anak muda sudah gak suka jam tangan lagi. Karena untuk melihat jam kan tinggal lihat di hape aja.”
“Terus… mau hape yang harganya sama dengan moge?”
“Gak juga. Hape mahal - mahal sekalinya hilang pasti nyeselnya berbulan - bulan.”
“Terus mau apa dong? Masa gak punya request sama sekali?”
“Mmm… ada sih yang aku inginkan. Tapi bukan dalam bentuk barang.”
“Mau apa? Mau tour ke Bali atau ke Singapura atau ke Australia atau…”
“Aku pengen ngerasain tidur sama Mamie, “potongku.
“Haaa? Kok pengen tidur sama mamie? Kenapa?”
Aku berpikir sesaat, untuk mencari alasan. Lalu berkata, “Waktu Mama belum pisah sama Papa, aku sering tidur dalam pelukannya. Terasa nyaman sekali. Tapi setelah Mama meninggalkan rumah ini, aku selalu tidur sendirian. Tidak pernah lagi me…”
Mamie memotong ucapanku, “Ya sudah sudah… mamie mau bobo sama kamu sekarang. Mumpung Papa masih lama di luar kota. Mau tidur di mana? Di kamar mamie atau di sini aja?”
“Di sini aja. Hehehe… beneran Mamie mau tidur di sini?“tanyaku sambil memegang kedua tangan Mamie.
“Iya. Tapi mamie mau ganti baju dulu ya. Ini kan gaun yang sengaja mamie pakai untuk mengucapkan selamat ulang tahun padamu. Apa kamu gak mau makan di luar untuk merayakan ulang tahunmu?”
“Besok lagi aja Mam. Sekarang udah tengah malam gini, mendingan juga bobo.”
“Oke,“ Mamie mengangguk sambil tersenyum. “Mamie mau pakai kimono dulu ya.”
“Iya Mam.”
Kemudian Mamie meninggalkan kamarku. Aku pun mematikan lampu utama lagi dan menyalakan lampu tidur 2 watt itu. Lalu menunggu Mamie datang lagi dengan merebahkan diri di atas bed, dengan terawangan bermacam - macam dan berkacau balau di benakku.
Apa yang harus kulakukan? Haruskah aku berterus terang bahwa aku sering digoda oleh mimpi - mimpi jahanam yang selalu membuat celanaku basah itu? Haruskah aku berterus terang bahwa sebenarnya aku sudah lama tergila - gila oleh Mamie?
Ah, entahlah. Aku harus menunggu sampai tiba saat yang tepat untuk membuka isi hatiku selama ini. Tapi apakah Mamie takkan marah lalu bereubah sikap menjadi jutek padaku kelak?
Sesaat kemudian Mamie sudah masuk lagi ke dalam kamarku, dengan mengenakan kimono putihnya. Entah kenapa, aku jadi degdegan dibuatnya. Karena ini untuk pertama kalinya Mamie akan tidur bersamaku.
“Kamu romantis juga ya. Lampu tidur juga berwarna biru,” kata Mamie sambil naik ke atas bedku. Lalu merebahkan diri di samping kiriku. “Ohya… selama ini mamie gak pernah lihat kamu pacaran Chep.”
“Aku memang belum pernah punya pacar Mam.”
“Kenapa? “tanya Mamie sambil menyelinapkan tangannya ke balik kaus oblongku. Dan mengusap - usap dadaku dengan lembut. “Tapi kamu normal kan?”
“Maksud Mamie normal apanya?” tanyaku semakin degdegan. Karena baru sekali ini Mamie mengusap - usap dadaku seperti ini.
“Normal dalam hal yang satu itu… mmm… kamu bukan penyuka sesama jenis kan?”
“Iiih… amit - amit. Aku normal Mam.”
“Lalu kenapa gak pernah pacaran? Belum nemu yang sesuai dengan kriteriamu?”
“Iya Mam. Belum nemu cewek yang persis seperti Mamie dalam segalanya,” sahutku nekad.
“Haaa?” Mamie spontan bangkit. Duduk sambil menatapku dengan sorot heran, “Kamu nyari cewek yang seperti Mamie? Memangnya bagaimana perasaanmu selama ini sama Mamie?”
Aku tetap celentang dan menyahut sambil memejamkan mataku, “Sejak kecil sampai sekarang aku sayang sama Mamie. Aku juga kagum sama Mamie. Kagum sekali. Sampai sering terbawa - bawa ke dalam mimpi.”
“Ohya?! Kamu kagum sama mamie dalam hal apanya?”
“Dalam segalanya Mam… tapi Mamie jangan marah ya. Aku hanya ingin membuka isi hati yang sebenarnya.”
“Ya. Ngomong deh terus terang. Mamie paling suka orang yang jujur, yang selalu berterus terang dalam segala hal.”
“Sejak kecil aku mengagumi kecantikan Mamie dan gerak - gerik Mamie yang… aaaah… begitulah Mam.”
“Lalu kamu sering mimpiin mamie?”
“Iya Mam.”
“Mimpinya seperti apa?”
“Jauh… jauh dari kenyataan Mam.”
“Pernah mimpi dicium sama mamie?”
“Sering. Lebih jauh lagi juga sering.”
“Haaa… lebih jauh lagi itu seperti apa?”
“Malu mengatakannya Mam.”
“Jangan malu - malu dong. Jujur aja bilang, apa yang pernah kamu mimpikan tentang mamie?”
“Pokoknya… mmm… pagi harinya celanaku jadi basah Mam…”
“Hihihi… “Mamie mencubit pipiku, “Kamu mimpi begituan sama mamie?”
“Iii… iya Mam.”
“Kok bisa?!”
“Nggak tau kenapa Mam. Yang jelas mimpi - mimpi itu tidak diundang. Berdatangan sendiri dalam tidurku.”
“Kamu tentu sadar mamie ini punya papamu yang begitu menyayangimu kan?”
“Sadar kalau Mamie ini punya Papa. Aku salah ya Mam? Maaf kalau aku salah.”
Mamie merebahkan diri lagi di sampingku. Harum parfum Mamie tersiar lagi ke penciumnanku. Lalu Mamie melingkarkan lengannya di atas perutku sambil berkata lembut, “Kamu tidak salah Sayang. Kan mimpi itu tidak bisa diminta. Suka datang sendiri tanpa diundang. Hanya saja… ah… entahlah. Kamu ini bikin mamie bingung Chep.
Aku terdiam. Suasana pun jadi hening. Hanya elahan nafas Mamie dan nafasku yang terdengar.
Lalu Mamie mendekap pinggangku sambil bertanya, “Terus mamie harus gimana supaya kamu senang?”
“Nggak tau Mam. Aku juga bingung,” sahutku dalam kebingungan. Tapi diam diam… ada yang menegang di balik celana pendek putihku…!
“Kamu pengen merasakan ciuman bibir sama mamie?”
“Ma… mau Mam… ka… kalau Ma… Mamie gak keberatan“sahutku gagap.
Sebagai tanggapan ucapan gagapku, Mami bergerak ke atas dadaku. Menghimpitku sambil mendekatkan wajahnya ke wajahku. Lalu… Mamie memagut bibirku ke dalam ciumannya yang harum penyegar mulut. Membuatku tidak tahu lagi apa yang harus kulakukan, selain mendekap pinggangnya erat - erat.
Tapi aku tahu benar bahwa penisku langsung ngaceng berat ketika sedang berpelukan dan berciuman ini. Dan… Mamie juga tahu hal ini, karena tangannya merayap ke balik celana pendekku. Lalu tersentak kaget, “Punyamu luar biasa gedenya… Punya Papa juga kalah… tidak sepanjang dan segede ini …” ucapnya setengah berbisik.
Aku terdiam sambil berharap semoga Mamie kasihan padaku dan memberikan sesuatu yang kudambakan selama ini.
Tapi Mamie malah menghela nafas. Lalu menelentang di sampingku sambil mengusap - usap dahinya, seolah tengah memikirkan sesuatu.
“Kamu tau apotek yang buka duapuluhempat jam kan?” tanyanya.
“Tau Mam. Ada dua apotek yang buka duapuluhempat jam.”
“Beliin pil anti hamil gih.”
“Iya Mam,” sahutku sambil duduk, “Sekarang?”
“Iya. Ambil aja duitnya di laci meja rias mamie. Beli satu strip aja,” ucap Mamie.
Seperti biasa, aku tak pernah bertanya dan membantah kalau Mamie sudah menyuruhku.
Kemudian aku turun dan mengambil jaket kulitku yang tergantung di kapstok. Dan melangkah ke luar sambil mengenakan jaket kulit ini.
Sebenarnya aku heran juga kenapa Mamie menyuruhku membeli obat anti hamil. Apakah dengan berciuman saja bisa menyebabkan kehamilan? Tapi bukankah Mamie itu mandul sehingga sampai sekian lamanya jadi istri Papa tidak bisa hamil- hamil juga? Lalu buat apa pil anti hamil itu?
Entahlah. Yang jelas aku harus mengikuti perintahnya.
Beberapa saat kemudian aku sudah melarikan motorku di saat jam di handphoneku sudah menunjukkan pukul satu pagi.
Jalanan yang sudah lengang membuatku bisa bergerak cepat. Sehingga tak lama kemudian aku sudah pulang sambil membawa pil yang Mamie suruh beli itu.
Mamie tampak sedang duduk di ruang keluarga sambil menikmati segelas coffee late.
“Cepat sekali… ngebut barusan?” tanyanya sambil memperhatikan bagian belakang strip pil kontrasepsi itu. Mungkin sedang membaca aturan pakainya.
“Nggak Mam. Kebetulan aja jalannya sedang kosong,” sahutku sambil duduk di samping Mamie di atas sofa.
Lalu Mamie menatapku dengan senyum. “Chepi… kamu sudah pernah menggauli perempuan? Ngomong aja terus terang, jangan bohong ya.”
“Belum pernah Mam. Disumpah dengan kitab suci juga aku mau.”
“Kalau ngocok aja sih suka kan?”
“Nggak Mam. Tapi me… meletus sendiri di celana sih sering.”
“Tiap kali mimpiin mamie kamu suka basah?”
“Iya Mam.”
“Kasihan anak mamie…” ucap Mamie sambil memijat hidungku. Lalu mengecup bibirku. “Sering nonton video porno?”
“Jarang sekali Mam. Paling juga baru tiga kali. Soalnya kalau sudah nonton bokep, aku suka tersiksa sendiri.”
“Iya… memang jangan sering - sering nonton bokep. Karena kamu masih sangat muda. Bokep sih untuk perangsang manusia yang sudah tua.”
“Iya Mam.”
“Kamu pernah melihat mamie telanjang?”
“Pernah, cuma satu kali. Itu juga pada waktu aku masih kecil, kalau gak salah waktu baru kelas satu SMP. Waktu itu aku mau minta uang untuk bayaran sekolah. Aku masuk ke kamar Mamie, tapi Mamie sedang mandi. Dinding kamar mandi Mamie kan terbuat dari kaca blur. Jadi kelihatan Mamie lagi mandi. Tapi samar - samar, karena kacanya blur.
“Belum pernah melihatnya secara jelas?”
“Belum.”
“Kamu ingin melihat mamie telanjang secara jelas?”
“Ka… kalau Mamie gak keberatan… mau banget…”
“Terus… kalau mamie udah telanjang mau diapain?”
“Ng… nggak tau… mungkin mamie bisa ngajarin aku, karena aku belum pernah merasakan begituan sama perempuan. Ciuman pun baru merasakan dengan Mamie tadi.”
“”Sebenarnya di usiamu sekarang ini, normal - normal aja kamu merasakan hubungan sex dengan perempuan. Yang gak normal adalah… mamie ini istri papamu Chep. Jadi kalau kita sampai melakukan hubungan badan, berarti kita menghianati Papa.”
“Iya Mam. Aku terima salah. Mohon Mamie maafkan aku yang gak tau diri ini.”
“Kamu tidak salah juga Chep. Mungkin mimpi - mimpimu itu yang bersalah. Padahal kamu tidak pernag mengundang mimpi - mimpi itu kan?”
“Iya Mam…”
Ucapanku terputus karena Mamie menyelinapkan tangannya ke celana pendek yang biasa kupakai tidur atau olah raga ini. Mamie langsung memegang pnisku yang memang tidak bercelana dalam ini. “pnismu ini sudah ngaceng sekali. Coba buka celanamu Chep. Mamie ingin lihat secara jelas,” kata Mamie sambil mengeluarkan tangannya dari balik celana pendek putihku.
Kuturuti perintah ibu tiriku yang cantik itu. Kupelorotkan celana pendekku sampai terlepas di kedua kakiku. Sehingga aku tidak bisa menyembunyikan lagi pnisku yang sudah ngaceng sekali ini.
Mamie spontan menangkap pnisku sambil menatapnya dengan mata terbelalak, “Wooow… pnismu ini luar biasa gede dan panjangnya Chep. Ereksinya pun sempurna, keras sekali. Tidak seperti punya papamu yang ereksinya setengah - setengah.”
Kubiarkan saja Mamie memegang pnis ngacengku, seperti anak kecil yang punya mainan baru. Bukan cuma dipegang. Mamie pun menciumi kepala pnisku. Bahkan juga menjilatinya, sehingga nafasku mulai tidak beraturan.
Sambil menciumi dan menjilati moncong pnisku, Mamie pun menarik tanganku ke balik kimononya. Lalu meletakkannya di antara kedua pangkal pahanya.
“Mam… iii… ini punya Mamie?” tanyaku gugup.
“Iya… tapi vgina mamie harus dijilatin dulu sampai basah. Karena pnismu terlelu gede. Pasti sakit dan susah masuknya kalau tidak dijilatin dulu.”
Aku yang pernah melihat bokep cowok menjilati vagina cerweknya, spontan menyahut. “Iya Mam… aku siap untuk menjilati vgina Mamie sampai basah.”
Mamie melepaskan pnisku dari genggamannya. “Ayo di kamarmu aja, biar lebih leluasa.”
Aku pun mengambil celana pendekku yang tergeletak di sofa, tapi tidak mengenakannya lagi karena tiada perintah dari Mamie. Setibanya di dalam kamar, Mamie menyambutku dengan pegangan di kedua tanganku. “Kamu mau melihat mamie telanjang kan?”
“Iiii… iya Mam,” sahutku tergagap dalam semangat yang berkobar.
“Chepi, mamie sangat sayang padamu. Karena itu mamie akan mengabulkan apa pun yang diinginkan pada ulang tahunmu yang kedelapanbelas ini,” ucap Mamie sambil melepaskan kimonoputihnya. Dan… sekujur tubuh Mamie langsung terbuka, karena tiada apa - apa lagi di balik kimono itu selain tubuh Mamie yang aduhai…
Inilah untuk pertama kalinya aku menyaksikan Mamie telanjang secara jelas. Tanpa terhalang kaca blur. Dan aku terkagum - kagum menyaksikan tubuh indah dan putih mulus itu, seolah menyaksikan keelokan bidadari yang baru turun dari langit.
“Kok malah bengong?” tanya Mamie sambil menarik pergelangan tanganku, sehingga aku terhempas ke atas dadanya yang dihiasi bukit kembar yang benar - benar seimbang dengan bentuk badannya. tidak terlalu besar namun juga tidak terlalu kecil.
Mamie melepaskan kaus oblongku sambil berkata, “Kamu juga harus telanjang. Supaya kulit bertemu kulit…”
Setelah kaus oblong meninggalkan badanku, Mamie berkata lagi, “Sekarang lakukanlah apa pun yang kamu inginkan pada diri mamie…”
“Aku belum punya pengalaman, jadi… aku tidak tau harus mulai dari mana… karena takut salah…” sahutku sambil meraba - raba toket Mamie dengan tangan gemetaran.
“Kamu mau menyetubuhi mamie kan? “tanya Mamie sambil mencolek bibirku dengan telunjuknya.
Aku amati wajah cantik Mamie yang tengah tersenyum yang sangat menggoda itu. Lalu menyahut, “Mau sekali… tapi kalau ada yang salah mohon dibetulkan ya Mam.”
“Iya… nanti mamie ajarin. Sekarang jilatin dulu vgina mamie sampai benar - benar basah oleh air liurmu ya.”
“Siap Mam…” sahutku sambil melorot turun, sehingga wajahku berada di atas vgina Mamie yang begitu bersihnya, tiada jembutnya selembar pun. Hanya ada yang baru mau tumbuh di bagian atasnya.
Aku pernah memperhatikan foto - foto wanita telanjang. Pernah juga beberapa kali nonton bokep. Tapi baru sekali inilah aku menyaksikan kemaluan wanita dalam kenyataan, dalam jarak yang sangat dekat pula dengan mataku.
Kemudian Mamie merentangkan sepasang paha mulusnya sambil menunjuk ke arah vginanya yang sudah dingangakan. “Nih bagian - bagian ini yang harus dijilati. Ini kan bibir dalam, ini liang kecil untuk masuknya pnismu nanti. Terus ini namanya clitoris, dalam bahasa kita biasa disebut kelentit atau itil.
“Iiii… iya Mam…” sahutku tersendat, karena nafasku semakin sulit diatur. Karena membayangkan pnisku akan dimasukkan ke lubang sekecil itu.
Lalu Mamie memberi petunjuk - petunjuk lain, agar aku mulai tahu bagaimana cara memperlakukan kemaluan perempuan.
Lalu aku pun mulai menjilati kemaluan Mamie. Mulai dari bagian dalam yang berwarna pink itu, sambil berusaha mengalirkan air liurku sebanyak mungkin, seperti petunjuk dari Mamie barusan. Begitu pula clitorisnya kujilati segencar mungkin.
Sementara itu Mamie mulai menggeliat - geliat sambil meremas - remas rambutku yang berada di bawah perutnya. “Iya Chep… iyaaaaa… itilnya jilatin lagi Chep… itilnya… iyaaaaa… iyaaaaa… iyaaaaa… aaaaaaaah… aaaaah… enak sekali Chepiiii… iyaaaa… iyaaaaa… itilnya jilatin terus Cheeepiii…
Cukup lama aku melakukan semuanya ini, sementara nafsuku semakin menggebu - gebu.
Sampai akhirnya Mamie mengepit kepalaku dengan kedua tangannya, sambil berkata terengah, “Su… sudah cukup Sayang. Sekarang masukin pnismu…”
Dengan perasaan masih bingung, aku menjauhkan mulutku dari vgina Mamie. Kemudian mendekatkan pnisku ke vgina Mamie.
Pada saat itulah Mamie memegang leher pnisku, kemudian mengarahkan kepalanya ke mulut vginanya. Mungkin sedang diarahkan ke mulut liang yang tadi Mamie tunjukkan dan tampak kecil itu.
Ketika amukan birahiku semakin menggila, terdengar suara Mamie, “Ayo dorong… !”
Aku pun mendorong pnisku yang lehernya masih dipegang oleh Mamie.
Perlahan - lahan zakarku melesak ke dalam liang vgina Mamie yang rasanya aduhai… luar biasa enaknya…!
Mamie pun merengkuh leherku ke dalam pelukannya sambil berdesah… “Sudah masuk sayang… Sekarang mamie bukan hanya punya Papa, tapi juga punya Chepi…”
Entah kenapa, ucapan Mamie itu membuatku tersentuh… sangat tersentuh. Tapi aku tidak bisa menjawabnya, karena mulai melaksanakan petunjuk Mamie.
Ya, atas petunjuk Mamie, aku pun mulai mengayun pnisku dengan hati - hati di dalam jepitan liang vginanya yang begini uniknya buatku yang masih pemula. Terasa benar dinding liang vgina Mamie ini bergerinjal - gerinjal lunak, seperti dilapisi bentuk seperti telur ayam yang masih berderet di dalam perutnya.
“Ayo… sekarang cepatin entotannya. Tapi jangan sampai lepas dari dalam vgina Mamie ya …“bisik Mamie.
Aku menyahut terengah - engah, “Iiii… iyaaaa… duuuh… Mam… me… vgina Mamie ini luar biasa enaknya.”
“pnismu juga luar biasa enaknya Sayaaaang,” ucap Mamie yang dilanjutkan dengan kecupan hangat di bibirku.
Aku merasa bangga mendengar ucapan Mamie itu. Tapi mungkin aku terlalu menikmati semuanya ini. Maklum, inilah untuk pertama kalinya aku merasakan berhubungan sex.
Sehingga tak lama kemudian aku menggelepar di atas perut Mamie, sambil membenamkan pnisku sedalam mungkin, disusul dengan berlompatannya lendir kenikmatan dari moncong penisku.
Croooottttt… crooooottttt… crooooootttt… croooottttttt… crotttt… crooootttt…!
Lalu aku terkulai di dalam dekapan Mamie.
Mamie tersenyum dan mengecup bibirku. Lalu bertanya perlahan, “Udah ejakulasi?”
“Iya Mam… ternyata aku gak kuat lama - lama,” sahutku bernada kecewa.
“Nggak apa - apa. Biasanya memang begitu kalau baru pertama kali sih. Sebentar lagi juga pasti pnismu ngaceng lagi,” sahut Mamie sambil mempererat dekapannya.