Hadiah Ulang Tahun Terindah Dari Ibu Tiri 21 - 24



Setelah mengambil dua buah bantal dan meletakkannya di atas permadani, Bu Tiwi menelentang di atas permadani dengan kedua bantal itu sebagai penyangga kepalanya.


Meski Bu Tiwi tidak telanjang bulat, dengan gaun dalam ungu dikumpulkan di atas perutnya, namun baik vgina mau pun toketnya dengan mudah bisa kusentuh.


Bu Tiwi memang sangat reaktif. Ketika aku mendekatkan wajahku ke vginanya, kedua kakinya langsung mengangkang. Sehingga dengan penuh gairah mulutku langsung nyungsep di permukaan vgina tanpa jembut itu.


Aku mulai menjilati vgina Bu Tiwi dengan lahapnya. Sepasang paha dosenku pun mulai terasa bergetar - getar, sementara kedua tangannya mulai memegang kepalaku. meremas rambutku dan terkadang meremas bahuku.


“Oooo… ooooohhhh… Chepiii… ooooohhhhh… kamu sudah pandai sekali jilatin vgina Chep… ini pertama kalinya vginaku disentuh lagi oleh cowok… ooooh… Chepiiii… kamu pandai sekaliiii…”


Terlebih lagi setelah aku fokus untuk menjilati kelentitnya yang mudah ditemukan, karena di dalam kamar Bu Tiwi ini lampunya cukup terang. Bu Tiwi pun mulai menggeliat - geliat dan mendesah - desah, “Chepppiiiii… aaaahhhh… Chepiiii… aaaaaahhhh… aaaaah… enak sekali Cheeeep… jilatin terus clitorisku Cheeeeep …


Tapi beberapa menit kemudian Bu Tiwi memegang kepalaku sambil berkata terengah, “Udah Chep… cukuppp… aaaah… jangan lanjut sampai orgasme. Nanti vaginaku jadi gak enak buat kamu. Masukin aja penismu Chep…”


Aku pun menjauhkan mulutku dari vgina Bu Tiwi. Kemudian meletakkan moncong pnisku tepat di ambang mulut vgina Bu Tiwi.


Dan berkat jam terbangku sudah cukup tinggi, tanpa kesulitan pnisku membenam dengan santainya ke dalam liang vgina Bu Tiwi. Blesssskkkkkkk…


“Adududuuuuuhhh… langsung dimasukin semuanya… “rintih Bu Tiwi sambil melingkarkan lengannya di leherku. Lalu memagut bibirku ke dalam ciuman dan lumatannya.


Pada saat yang sama aku mulai mengayun pnis ngacengku di dalam liang vgina dosenku yang kenyhal - kenyal legit ini.


Setelah ciuman dan lumatan Bu Tiwi terlepas, mulutku mulai beraksi untuk mengemut dan menjilati pentil toket kirinya, sementara tangan kananku meremas - remas toket kanannya. Sementara entotanku mulai agak dipercepat. Dan moncong pnisku terus - terusan menyundul dasar liang sanggama Bu Tiwi. Membuat sepasang mata indah Bu Tiwi kadang terpejam kadang melotot.


Ketika mulutku berpindah sasaran, untuk menjilati leher Bu Tiwi yang mulai keringatan, diiringi dengan gigitan gigitan kecil, sementara tangan kiriku tiada hentinya meremas - remas toket kanan Bu Tiwi yang belum kendor. Bu Tiwi pun semakin merintih dan merengek histeris :Cheeepiiii… aaaaah… semua yang kamu sentuh…


selalu menggetarkan batinku Cheeeep… ayo entot terus Cheeeep… aku benar - benar seolah sedang melayang - layang saking nikmatnya Cheeepiiii… aaaaaahhhh… aaaaaaaaahhhh… hhhhhhhhh… uuuuuuu… uuuuuhhhh… aaaaaah… aaaaa… ooooooohhhhh… entooot teruuuuus Chepppiiii… entooot teruuuus…


Cukup lama aku mengentot dosenku, sehingga keringatku mulai menetes - netes ke dada dan leher Bu Tiwi, bercampur aduk dengan keringatnya sendiri.


Tapi aku tak peduli hal kecil itu. Kami hanya peduli pada satu hal, bahwa gesekan antara pnisku dengan dinding liang vgina Bu Tiwi luar biasa nikmatnya. Nikmat yang sulit dilukiskan dengan kata - kata belaka.


Sampai pada suatu saat, Bu Tiwi merengek, seperti yang panik, “Chepiii… ooooohhhh… aku udah mau orgasme Cheeep…”


“Lepasin aja Bu. Aku paling suka ikut menikmati wanita yang sedang orgasme,” sahutku, disusul dengan percepatan entotanku.


pnisku maju mundur dan maju mundur terus dalam kecepatan tinggi. Sementara Bu Tiwi mulai berkelojotan. Sampai akhirnya dosenku yang seksi itu mengejang tegang dengan perut sedikit terangkat ke atas.


Pada saat itulah kutancapkan pnisku sedalam mungkin, sampai terasa mentok di dasar liang vgina Bu Tiwi.


Lalu terjadilah sesuatu yang sangat indah buat batinku. Bahwa liang vgina Bu Tiwi mengedut - ngedut kencang, disusul dengan gerakan spiral yang seolah sedang meremas pnisku… disusul lagi dengan membanjirnya lendir di dalam liang sanggama dosenku yang kelihatan alim tapi ternyata cukup atraktif itu.


Lalu terdengar suara Bu Tiwi, “Ooooohhhh… luar biasa nikmatnya Chep. Sejak menjadi janda sekian tahun yang lalu, baru kali inilah merasakan sentuhan laki - laki yang luar biasa pula. Terima kasih Chepi ya. Semoga kamu jangan bosan menggauliku nanti.”


“vgina Ibu juga luar biasa legitnya,” sahutku.


“Tapi kamu belum ejakulasi kan?”


“Belum Bu.”


“Kalau gitu, ayo lanjutin mainnya. Atau Chepi mau ganti posisi?”


“Boleh. Mau posisi gimana?”


“Doggy mau?”


“Mau… mau… !” sahutku spontan. Sambil menarik pnisku sampai lepas dari liang sanggama Bu Tiwi.


Bu Tiwi pun merangkak, lalu menunggingkan pantatnya. Sehingga kemaluannya tampak penuh kalau dilihat dari belakangnya.


Aku pun berlutut sambil menghadap ke bokong yang ditunggingkan itu. Kemudian kubenamkan lagi pnisku ke dalam liang vgina Bu Tiwi dengan mudahnya. Karena liang vgina dosenku itu masih sangat becek.


Setelah pnisku masuk sepenuhnya, kutepuk - tepuk pantat Bu Tiwi yang lumayan gede itu, sambil mulai mengayun pnisku.


Sambil memeluk kedua bantal itu Bu Tiwi bersuara lagi, “Ooooh… begini juga enak Chep… oooohhhh… aaaaah… aaaa… aaaaaah… hhhhh… hhhhh…”


Dalam posisi berlutut mengentot Bu Tiwi ini, aku masih bisa menjulurkan kedua tanganku, untuk meremas sepasang toket yang bergelantungan itu. Terkadang juga aku bisa menepuk - nepuk sepasang buah pantat gede ini. Plaaaak… ploloook… plaaaak… ploooook… plaaaaakkkkk…


Bahkan pada suatu saat aku bisa mencari - cari kelentit Bu Tiwi dengan kedua tanganku. Sampai akhirnya kutemukan. Dan mulai kugesek - gesek dengan jemari tanganku, sambil mempergencar entotanku.


Semua ini cukup lama kulakukan.


Sehingga pada suatu saat Bu Tiwi ambruk tengkurap, sehingga pnisku terlepas dari liang vginanya.


Kubalikkan tubuh lunglai dosenku sampai celentang lagi. “Kenapa Bu? Orgasme lagi ya?” tanyaku.


“Iya Chep… penismu terlalu dahsyat. Membuatku orgasme lagi. Lanjutkan dalam posisi biasa aja ya.”


“Iya Bu…” sahutku sambil membenamkan lagi batang kejantananku ke dalam liang kewanitaan Bu Tiwi. Blesssss… melesak amblas dengan mudahnya ke dalam liang yang sudah becek itu.


Bu Tiwi kelihatannya sudah kepayahan. Karena itu aku pun tak mau menyuksanya lebih lama lagi. Maka aku pun mulai mengayun kmontolku dalam gerakan yang sangat cepat. Belasan menit kemudian aku pun bertanya terengah, “Le… lepasin di ma… mana Bu?”


“Sudah mau ejakulasi? Di dalam aja, gak apa - apa. Aman,” sahutnya sambil berusaha menggoyang pinggulnya, untuk menyambut datangnya ejakulasiku.


Sampai pada suatu detik, kutancapkan pnisku sedalam mungkin di dalam liang vgina yang sudah becek itu. Lalu batang kemaluanku mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.


Croootttt… crooottt… crotcrottt… croooottttttttt… croooootttttttt…!


Aku pun terkapar di atas perut dosenku.


Dengan tulang - tulang serasa dilolosi.


Bu Tiwi pun mencium bibirku. Lalu berbisik, “Barusan aku orgasme lagi… bareng - bareng denganmu Chep…”


Dosenku yang nama lengkapnya Pratiwi itu, yang tiap hari mengenakan jubah dan hijab itu, ternyata seolah macan betina yang kelaparan. Sekalinya mendapatkan mangsa, diterkam dan dilahapnya habis - habisan.


Aku seolah dikuras olehnya, sampai tidak tersisa lagi tenaga, karena malam itu saja aku sampai tiga kali menyetubuhinya. Keesokan paginya aku diajak main ke kampungnya yang letaknya sekitar 60 kilometer dari kotaku. Kebetulan hari itu aku tidak ada kuliah. Bu Tiwi pun tidak ada jadwal mengajar. Sehingga kami bebas untuk “refreshing” ke kota kelahiran Bu Tiwi.


Di kota yang sangat bersih dan rumahnya bagus - bagus itu ternyata rumah Bu Tiwi besar dan punya lahan luas di sekitarnya. Ada sawah, kebun. kolam ikan dan sebagainya. Di kebun buah - buahan itulah Bu Tiwi mengajakku bersetubuh, untuk mewujudkan obsesinya… ingin merasaskan disetubuhi di alam terbuka (outdoor sex).


Ternyata Bu Tiwi tidak mengenakan celana dalam, sehingga begitu baju jubahnya disingkapkan ke perutnya, sambil merebahkan diri di bangku yang terbuat dari balok -balok kayu… aku pun leluasa untuk menyentuh dan menggerayangi vgina gundulnya.


Setelah puas menjilati vgina Bu Tiwi, aku pun menurunkan celana panjang dan celana dalamku sampai ke lutut. Kemudian membenamkan pnis ngacengku ke dalam liang vgina Bu Tiwi.


Ya, kami tidak telanjang. Tapi kami bisa bersetubuh di kebun buah - buahan yang lengang dan sejuk itu. Ditemani oleh kicau burung liar di atas pepohonan dan semilir angin yang menggoyang - goyangkan dedaunan.


“Bu… vgina Ibu memang luar biasa legitnya…” bisikku ketika pnisku sudah mulai mengentot liang vgina dosenku.


“pnismu juga luar biasa gede dan panjangnya. Makanya aku jadi ketagihan Chep,” sahut Bu Tiwi sambil merengkuh leherku ke dalam pelukannya. Lalu dipagutnya bibirku ke dalam ciuman dan lumatannya yang lahap sekali.


Lalu kuentot Bu Tiwi habis - habisan. Tentu saja durasi ngentotku lama sekali. Karena tadi malam sudah habis - habisan mengentot dosenku yang ternyata laksana macan betina kelaparan ini. Karena itu, meski Bu Tiwi sudah orgasme tiga kali, aku masih kokoh, masih jauh dari ngecrot.


Maka Bu Tiwi mengajakku untuk melanjutkan persetubuhan ini di dalam rumahnya yang besar sekali itu.


Aku setuju - setuju saja untuk merehatkan dulu persetubuhan di kebun buah - buahan itu, kemudian melanjujtkannya di rumah Bu Tiwi, di dalam kamarnya yang perlengkapannya serba mentereng itu.


Sungguh sangat berbeda keadaan di rumah Bu Tiwi yang di kotaku kalau dibandingkan dengan rumah di kampung halaman Bu Tiwi ini. Di sini segalanya serba mahal dan antik. Sementara di daerah selatan kotaku, rumah Bu Tiwi hanya ditilami permadani di ruang tengahnya. Tidak ada meja mau pun kursi di situ.


Begitulah… setelah kenyang dan puas menyetubuhi Bu Tiwi, kami makan bersama. Dengan goreng ikan mas besar - besar, hasil menjaring dari kolam milik Bu Tiwi.


Kemudian aku pamitan, mau pulang ke kotaku.


Waktu mau meninggalkan rumah besar itu, Bu Tiwi memegang kedua pergelangan tanganku sambil berkata, “Jangan bosan sama aku ya Chep. Soalnya aku akan selalu membutuhkanmu. Kalau kamu tertarik, aku akan menjodohkanmu dengan Keyla. Supaya hubungan rahasia kita akan terjalin terus sampai aku tua renta kelak.


“Santai aja Bu. Kalau calon istri, aku sudah punya,” sahutku sambil mencolek bibir sensual Bu Tiwi, “Sedangkan hubungan rahasia kita semoga tetap terjalin dengan penuh kehangatan. Karena aku tak mau hypokrit. Aku pun sangat membutuhkan Ibu, baik di dalam mau pun di luar kampus.”


Bu Tiwi menyahut setengah berbisik, “Di kampus aku akan mendukungmu. Tapi di luar kampus, kamu yang harus mendukung hasrat birahiku, Chep.”


“Siap Bu,” ucapku sambil cipika - cipiki dengannya. Tentu saja aku senang mendengar ucapan Bu Tiwi itu. Karena dia sudah S3 dan punya jabatan di kampusku. Berbeda dengan Bu Shanti yang hanya dosen biaqsa, tiada jabatan apa - apa di rektorat.


Lalu dengan penuh semangat aku meninggalkan kota kecil yang telah menggoreskan kenangan indah itu.


Begitulah aku, dengan segala kelebihan dan kekuranganku.


Satu hal yang membuatku heran sendiri adalah, bahwa perempuan - perempuan yang hadir dalam kehidupanku, lebih banyak MILF daripada cewek sebayaku. Tapi aku tak mau mempersoalkan masalah itu. Yang penting aku happy, pasangan - pasangan seksualku pun happy.


Hari demi hari pun berputar dengan cepatnya.


Sampai pada suatu hari, datang lagi kisah baru di dalam kehidupanku…


Sebenarnya saat itu habis mengganti oli di bengkel mobil yang ditunjuk oleh dealer. Pulang dari bengkel besar itu tanpa disengaja aku melewati jalan ke rumah Nike. Dan aku menginjak rem ketika mau melewati rumah itu, kemudian menghentikan mobilku di bahu jalan, tepat di depan rumah Nike.


Saat itu tujuanku cuma satu. Ingin melihat seperti apa renovasi kamar Nike dengan dibiayai oleh cek yang sudah kuhadiahkan padanya itu. Maka aku turun dari mobil dan berharap ada orang di rumah Nike. Saat itu aku hanya mengenakan baju kaus dan celana pendek serba putih. Tanpa celana dalam di balik celana pendek putih yang elastis di bagian atasnya.


Ternyata Tante Esther (nama mamanya Nike) sendiri yang membuka pintu depan. “Yeee… ada Boss datang nih…” ucapnya ketika aku sudah masuk ke dalam rumahnya.


Dengan sopan kucium tangan kanannya, sebagaimana lazimnya bersikap terhadap calon mertua. Tapi setelah kucium tangannya, Tante Esther memeluk leherku dan mencium sepasang pipiku. Spontan aku pun memeluknya sambil mengusap - usap punggungnya.


Inilah gokilnya aku. Bahwa ketika memeluk mamanya Nike itu, aku merasa nyaman sekali bisa memeluk wanita setengah baya yang cantik dan bertubuh tinggi montok itu. Sehingga aku enggan untuk melepaskan kembali pelukanku.


Mata Tante Esther yang blasteran Jerman - Tionghoa itu menatapku dengan sorot lain dari biasanya. Bahkan bibirnya terbuka dan bergetar, seolah ingin dicium olehku. Ini membuatku degdegan. Aku ingin mencium bibir sensualnya, tapi tidak berani. Yang bisa kulakukan hanyalah mendekatkan bibirku ke bibirnya, dengan mata terpejam.


Pada saat itulah terjadi sedsuatu yang tak kuduga sebelumnya. Tante Esther memagut bibirku ke dalam ciumannya, yang lalu berkembang menjadi saling lumat. Aku pun mempererat pelukanku sambil meremas - remas punggung di daerah tulang belikatnya.


“Aku ingin melihat seperti apa kamar Nike yang katanya ingin direnovasi itu Tante,” kataku yang masih tetap berdiri di ruang tamu. Dengan pinggang dilingkari oleh lengan wanita tinggi montok berwajah kebule - bulean itu.


“Bukan hanya kamar Nike. Kamarku dan kamar Niko juga direnovasi semua tuh. Ayo kalau mau lihat…” sahut Tante Esther sambil mengajak ke bagian tengah rumah itu, dengan lkengan masih melingkari pinggangku. Tapi kubiarkan saja, sambil berpikir mungkin itu kebiasaan orang bule yang terikuti olehnya.


“Nah… ini kamar Nike…” kata Tante Esther sambil membuka pintu kamar pertama.


Aku pun melongok ke dalam kamar Nike. Memang sudah berubah drastis. Jadi cukup modern dan lengkap dengan kamar mandi yang bersatu dengan kamar itu.


Kemudian Tante Esther membuka pintu kamar kedua, “Nah ini kamar Niko, sudah selesai direnovasi juga kan?”


“Iya. Jadi sangat berubah,” sahutku, sambil mengenang masa laluku yang sering tiduran di kamar Niko ini. Tapi sekarang sudah berubah drastis.


“Tapi sayang, Niko dipindahkan ke Jakarta. Baru tadi subuh dia berangkat ke Jakarta.”


“Ohya?! Kok Nike gak bilang - bilang?”


“Mungkin Nike belum tahu. Karena perintahnya mendadak sekali. Kemaren sore diberitahu akan dimutasi ke Jakarta, tadi subuh sudah dijemput oleh bus perusahaan yang akan membawanya ke Jakarta. Ohya… kamarku juga sudah selesai direnovasi. Ayo lihat sana,” kata Tante Esther sambil mengajakku menuju pintu ketiga, yang berhadapan dengan ruang makan.


Di dalam kamar Tante Esther, mamanya Nike itu memelukku dari belakang, “Kami semua harus berterimakasih padamu Chep. Berkat kebaikanmu, kamarku dan kamare Niko juga ikut berubah drastis.”


Aku jadi salah tingkah. Sudah jelas perlakuan Tante Esther padaku sudah lebih dari semestinya. Lalu apakah aku akan mengalami hal yang sama seperti Bu Shanti dan Mama Aleta?


Entahlah. Yang jelas aku ini lelaki muda belia yang normal. Lengkap dengan darah mudaku. Sehingga diam - diam “si Jhoni” mulai bangun di balik celana pendek putihku.


Kamar Tante Esther memang sudah berubah drastis. Sudah ada kamar mandinya sendiri. Ada bed dan satu set sofa yang masih baru. Meja riasnya pun tampak masih baru.


Maka aku pun duduk di sofa baru berwarna coklat tua itu.


Tante Esther pun duduk merapat di samping kiriku. “Aku hanya bisa bilang terimakasih sama Chepi. Karena kami tak mungkin bisa membalas kebaikan Chepi.”


“Gak usah dipikirkan soal itu sih. Kan aku serius akan menjadikan Nike sebagai calon istriku Tante.”


“Mmm… selama ini Chepi dan Nike sudah jauh berhubungannya?”


“Maksud Tante jauh gimana?”


“Yah… aku juga maklum anak muda jaman sekarang kan banyak sekali yang pacaran tapi melakukan sesuatu yang seharusnya cuma boleh dilakukan setelah menjadi pasangan suami istri.”


“Ma.. maksud pertanyaan Tante tadi, apakah aku dan Nike pernah melakukan hubungan seks begitu?”


“Yaaa… begitulah kira - kira.”


“Tante… aku dengan Nike hanya sebatas cium pipi doang. Ciuman bibir pun belum pernah. Boleh Tante tanyakan sendiri kepada Nike nanti. Karena aku baru akan melakukan semuanya setelah Nike resmi menjadi istriku.”


“Nike juga pernah mengaku seperti itu. Tapi aku belum percaya sebelum mendengar pengakuan Chepi. Syukurlah… sebaiknya memang begitu. Jangan melakukan sesuatu yang bakal menjadi beban fisik dan mental di tengah perjalanan menuju hubungan yang paling sakral kelak.”


“Iya Tante.”


“Jadi kalian ciuman bibir pun belum pernah?”


“Belum Tante.”


“Malah barusan kiuta ciuman bibir ya.”


“Iya Tante. Maaf aku jadi lancang tadi.”


“Gak apa - apa. Tadi kan aku yang duluan mencium bibirmu. Ohya, kamu cowok normal kan?”


“Maksud Tante normal dalam hal apanya?”


“Waktu berdekatan dengan Nike, apakah kamu sama sekali tidak digoda oleh hasrat birahi?”


“Tentu aja nafsu sih ada Tante.”


“Lantas kalau sudah nafsu begitu, diapain?”


“Masuk aja ke kamar mandi. Lalu ngocok di situ. Heheheee…”


“Aduuuh kasian calon mantuku ini… “Tante Esther mengusap - usap tanganku yang sedang dipegang pergelangannya, “daripada dikocok mending dimainkan ke sini nih. “Tante Esther yang saat itu mengenakan daster putih, menarik tanganku ke balik dasternya. Dan diselinapkan ke balik celana dalamnya, sehingga aku merasa menyentuh vgina berjembut tipis…


Spontan aku bereaksi, dengan menggerak - gerakkan jemariku di celah yang terasa agak basah, licin dan hangat.


Tante Esther malah mengecup bibirku dengan hangat, lalu menyhelkinapkan tangannya lewat lingkaran elastis di perut celana pendekku. Dan langsung memegang pnisku yang sudah mulai ngaceng ini…!


“Wow… kalau diibaratkan senjata, pnis Chepi ini bazoka, bukan cuma pistol…!” ucap Tante Esther sambil meremas pnisku dengan lembut.


Sementara aku pun semakin asyik menggerayangi vginanya yang sudah mulai basah. Tapi aku tetap ingat bahwa Tante Esther itu mamanya Nike. Sedangkan aku sudah telanjur mencintai Nike.


Maka cetusku, “Tante… ini gak apa - apa?”


“Nggak apa - apa. Ini kan wujud terimakasihku padamu Chep. Selain daripada itu, aku sudah terlalu lama tidak merasakan nikmatnya digauli lawan jenisku. Sehingga aku pun merindukan sentuhan lelaki yang sebenarnya.”


“Maksudku, apakah nanti takkan merusak hubunganku dengan Nike?“


“Nggak lah. Asalkan Nike jangan sampai tau. Sekarang kan Nike sedang di kantor. Niko juga sudah di Jakarta. Jadi hanya kita berdua yang berada di rumah ini.”


“Iya Tante. Aku juga sudah sangat terangsang nih…”


“Kamu mau lihat aku telanjang bulat?” tanya Tante Esther sambil berdiri dan bertolak pinggang di depanku.


“Ma… mau Tante…” sahutku dengan jiwa mulai dikuasai nafsu.


“Tunggu sebentar ya. Pintu depan harus dikunci dulu,” ucap Tante Esther sambil bergegas keluar dari kamarnya.


Tak lama kemudian dia muncul dan masuk lagi ke dalam kamar. Lalu menutup dan menguncikan pintu kamar.


Kemudian ia melepaskan daster putihnya. Ternyata di balik daster itu ia mengenakan baju kaus dan celana dalam yang sama - sama putih, dengan pinggiran merah.


Ia pun naik ke atas sofa yang berhadapan dengan sofaku. Di atas sofa itulah ia berlutut sambil menarik baju kausnya ke atas, sampai sepasang toket gedenya terbuka berikut sepasang pentil toketnya yang menggemaskan, ingin mengulum dan menjilatinya. Tak cuma itu, ia pun menurunkan celana dalamnya sampai kelihatan vginanya yang berjembut tipis dan menggiurkan itu.


Aku cuma terlongong menyaksikan semua itu. Terlebih lagi setelah Tante Esther melepaskan baju kaus dan celana dalamnya, sehingga tubuh tinggi montoknya jadi telanjang bulat.


Wow… tadinya kupikir Bu Tiwi itu sosok yang paling seksi dan menggiurkan. Ternyata Tante Esther lebih seksi dan lebih menggiurkan lagi…!


Aku pun seperti ditarik oleh daya magnetis, melangkah ke arah sofa yang sedang dibuat “pameran body” oleh Tante Esther itu.


“Bagaimana? Apakah aku masih menarik bagimu Chepi?”


“Tante sangat sangat dan sangat seksi. Sangat menggiurkan… !” sahutku sambil merangkul bokong Tante Esther yang masih berlutut di sofa itu. Lalu kuangkat tubuh tinggi montok berkulit putih mulus itu.


Tante Esther menunjuk ke arah bednya. Sebagai isyarat bahwa ia ingin dibawa ke sana. Dengan memeluk bokongnya, kuangkat tubuh tinggi montok berkulit putih mulus itu ke atas bednya.


Setelah merebahkan Tante Esther di atas bed, aku bertanya, “Tante… boleh aku menjilati vgina Tante?”


“Jilatilah sepuasmu. Tapi kamu juga harus telanjang dulu Chep,” sahut Tante Esther.


Tanpa buang - buang waktu kulepaskan baju kaus dan celana pendekku. Setelah sama - sama telanjang aku pun bergerak ke antara sepasang paha putih mulus Tante Esther yang sudah direnggangkan lebar - lebar itu.


Kuamati vgina mamanya Nike ini sejenak. Jembutnya tipis sekali sehingga takkan mempersulit aksiku untuk menjilatinya.


Lalu aku pun mendekatkan mulutku ke vgina berjembut tipis itu. Dan mulai menjilati celah vginanya yang bagian dalamnya kelihatan berwarna pink itu.


Yang menyenangkan adalah daerah di sekitar vgina Tante Esther ini tercium harum sekali. Sehingga aku sangat bersemangat untuk menjilatinya.


Tak sulit p;ula untuk mencari kelentitnya. Padahal ada juga perempuan yang kelentitnya bersembunyi terus sehingga mempersulit untuk mencarinya.


Tapi kelentit Tante Esther ini mudah sekali mencarinya. Sehingga aku tak hanya fokus menjilati bagian dalam vginanya yang berwarna pink itu, tapi juga mulai gencar menjilati kelentitnya.


Karuan saja Tante Esther mulai mendesah - desah sambil menggeliat - geliat. “Aaaaaah… Chepiii… aaaaaah… Cheeeeepiiii… kamu pandai sekali menjilati kemaluanku Cheeeep… aaaaah… iyaaaaa. clitorisnya itu jilatin terus Cheeep… enak sekali Chepiiii… aaaaa… aaaaaaah… aaaaa…


Aku tak cuma menjilati kelentitnya, melainkan juga menyedot - nyedot dengan agak kuat. Sehingga kelentit Tante Esther jadi “mancung”, menonjol ke depan.


Namun tak lama kemudian aku menghentikan jilatan dan isapanku. Lalu merayap ke atas perut Tante Esther sambil memegang pnisku yang sudah ngaceng berat ini.


Tante Esther pun ikut memegangi leher pnisku sambil mencolek - colekkan moncongnya sambil agak menekan, supaya moncongnya masuk ke dalam mulut vginanya.


Aku pun mengikuti isyaratnya. Dengan sekuat tenaga kudorong pnis ngacengku. Dan… melesak masuk sedikit demi sedikit sampai hampir separuhnya yang sudah terbenam.


Tante Esther pun merengkuh leherku ke dalam pelukannya sambil berkata setengah berbisik, “Belalai gajahmu gede banget. Sampai sulit masuknya gini.”


“Mungkin liang vgina Tante yang sempit sekali. Padahal tadi sudah basah sekali rasanya,” sahutku sambil mulai mengayun pnisku perlahan - lahan, meeski baru masuk setengahnya.


Dengan cara seperti ini liang vgina Tante Esther mulai beradaptasi dengan ukuran pnisku. Sehingga ketikja aku mendorong pnisku, makin lama makin dalam masuknya. Dan akhirnya terasa moncong pnisku mampu menabrak dasar liang vgina Tante Esther.


“Uuuuughhhhh… sampai nyundul dasar liang vginaku Chep… luar biasa panjangnya ular cobramu ini…” ucap Tante Esther sambil menciumi pipiku.


Aku tidak menyahut, karena mulai asyik memainkan sepasang toket Tante Esther yang sangat bagus bentuknya. Toket yang gede dan empuk, tapi belum kendor.


“Aku menyerahkan semuanya ini, saking sayangnya perasaanku padamu… sekaligus sebagai tanda terima kasih,” ucap Tante Esther ketika entotanku masih lamban ayunannya.


“Iya Tante. Tubuh Tante ini jauh lebih berharga bagiku. Walau pun aku sudah menikah dengan Nike, aku ingin agar kita tetap bisa melakukannya tanpa sepetahuan Nike.”


“Memangnya vginaku masih enak Chep?”


“Sangat enak sekali Tante… gak nyangka kalau aku bisa merasakan kenikmatan di tubuh Tante ini…”


“Kalau sudah nikah dengan Nike, kita kan bisa ketemuan di tempat yang Chepi tentukan nanti. Kalau belum nikah, kan Chepi bisa datang ke sini di jam kerja. Pada saat Nike sedang bekerja di kantor.”


“Iya Tante. Aku akan sering datang tanpa sepengetahuan Nike nanti, khusus buat ngentot vgina Tante yang luar biasa enaknya ini.”


Obrolan itu lalu terputus karena aku mulai mempercepat entotanku dalam irama standard. Sementara Tante Esther pun mulai sibuk mendesah dan merintih, sambil menggoyangkan pinggulnya. Tapi goyangannya bukan memutar dan meliuk - liuk, melainkan menyerupai gerakan ombak yang sedang bergulung - gulung menuju pantai.


Aku pun semakin bergairah mengayun pnisku, bermaju mundur di dalam liang vgina Tante Esther yang luar biasa enaknya ini.


Rintihan - rintihan histeris Tante Esther pun terdengar sangat erotis di telingaku. “Aaaaahhhh… Chepiii… aaaaah… aaaaaaaah… ini luar biasa enaknya Cheeeepiiii… luaaaar biasaaaaa… terasa nsekali gesekan pnismu ini… aaaaah… aaaah… aaaah… entot terus Cheeeepiiii… iyaaaaa…


“Aku juga uuuuuughhhh… aku juga akan menyayangi Tante… uuuugh… sebagai ibu mertua yang baik hati…” sahutku tersendat - sendat, karena entotanku tidak kulambatkan.


Mungkin akibat dari goyangan pinggul Tante Esther yang membuat kelentitnya terus - terusan bergesekan dengan pnis ngacengku, belasan menit kemudian ibunya Nike itu mulai berkelojotan, dengan nafas terengah - engah. Lalu ia mengejang tegang dengan nafas tertahan dan mata terpejam dan mulut menyeringai.


“Oooooo… ooooh… aku sudah orgasme Cheeeep…” ucap Tante Esther yang sudah melepaskan nafasnya kembali, dengan tubuh lemas lunglai.


“Aku paling suka ikut menikmati wanita sedang orgasme seperti barusan,” sahutku.


Tante Esther mencium bibirku, lalu berkata lirih, “Terima kasih Chepi… yang barusan terasa indah sekali. Tapi Chepi belum ejakulasi kan?”


“Belum Tante… santai aja,” sahutku, dengan pnis masih menancap di dalam liang vgina Tante Esther dan belum kuayun lagi.


Setelah Tante Esther tampak fresh lagi, aku pun mulai mengayun kembali batang kemaluanku di dalam liang vgina mamanya Nike yang sudah becek ini.


“Gantian aku yang di atas,” ucap Tante Esther ketika ayunan pnisku masih perlahan.


Aku menurut saja. Tadinya ingin sama - sama berguling dengan pnis tetap berada di dalam liang vgina calon mertuaku. Tapi karena ingin cepat berubah posisi, kucabut saja pnisku, kemudian aku berguling dan celentang di samping Tante Esther.


Tante Esther menyeka vginanya dulu dengan kertas tissue basah. Kemudian berlutut dengan vgina berada di atas pnisku yang masih sangat ngaceng ini. Dia sendiri yang memegang pnisku dan diarahkan ke vginanya yang berada di atas moncong pnisku. Lalu ia menurunkan bokongnya sehingga pnisku melesak masuk ke dalam liang vginanya yang sudah agak kering, karena baru diseka oleh tissue.


Tadinya kupikir Tante Esther akan “mengentotku” sambil tetap berlutut dan menghadap padaku. Tapi ternyata tidak. Ia menghempaskan dadanya ke atas dadaku, yang kusambut dengan dekapan di pinggangnya.


Sambil menelungkup di atas dadaku, vginanya mulai membesot - besot pnisku. Tapi aku pun tak mau berdiam diri. Kugerakkan pnisku seirama dengan ayunan vgina Tante Esther. Ketika vginanya maju dan “menelan” pnisku, aku pun memajukan pnisku. Dan ketika vgina Tante Esther mundur, aku pun menarik pnisku.


Yang menyenangkan, kalau Tante Esther mengangkat badannya dengan menahan tubuh dengan sepasang tangan di kanan - kiri badanku, sepasang toket gede itu pun bergoyang - goyang erotis di atas dadaku. Dan dengan leluasa sepasang tanganku bisa meremas - remas sepasang toket gede itu. Toket yang empuk - empuk kenyal itu.


Tapi menurut pengalamanku, kalau bersetubuh dalam posisi WOT begini, pasangan seksualku lebih cepat orgasme.


Ternyata Tante Esther juga begitu. Hanya belasan menit ia bermain di atas tubuhku. Lalu menggelepar diu atas perutku. Dan merintih lirih, “Aaaaaah… aku sudah lepas lagi Chep…”


Aku tersenyum dan berkata di dalam hati, ‘Sapa suruh main di atas?’


Tante Eshter menggulingkan badannya, jadi celentang di sampingku, dengan tubuh bermandikan keringat, seperti aku.


Aku pun mengambil kertas tissue basah dari meja kecil di samping bed. Untuk menyeka wajahku yang basah oleh keringat. Untuk mengurangi kemungkinan keringat masuk ke mata, suka perih di mataku.


Lalu merebahkan diri di samping Tante Esther yang masih celentang sambil menatap langit - langit kamarnya. Kujusap - usap perut dan toket gedenya yang basah oleh keringat sambil bertanya, “Lanjutkan?”


“Ya lanjutin dong. Kan Chepi belum ejakulasi.”


Aku pun bergerak ke antara sepasang paha Tante Esther yang sudah mengangkang lagi. Kutepuk - tepuk vginanya sambil berkata, “vgina Tante luar biasa enaknya.”


Tante Esther tersenyum sambil menyahut, “Sukurlah kalau masih enak sih. Tapi pnismu juga enak sekali Chep. Bukan cuma gede tapi juga panjang sekali. Makanya aku cepat orgasme, karena pnismu menyundul - nyundul dasar liang vginaku terus saking panjangnya.”


“Dari buku yang kubaca, di dasar liang vgina ada Gspot juga ya.”


“Iya. Makanya kalau kena sentuh terasa nikmatg sekali. Ayo masukin lagi pnismu Sayang…”


Itu pertama kalinya Tante Esther memanggil “sayang” padaku.


Lalu kubenamkan lagi pnisku ke dalam liang vgina Tante Esther yang terasa masih becek ini. Masuuuk… membenam semuanya, bahkan moncongnya sampai mentok di dasar liang vgina mamanya Nike.


Kubiarkan pnisku tetapo bertempelan dengan dasar liang vgina Tante Esther, karena aku ingin mencium bibir sensualnya dulu.


Ciumanku disambut dengan lumatan hangat Tante Esther. Dan kubalas dengan lumatan lagi, sambil mulai mengayun kembali pnisku.


Nikmat sekali rasanya mengentot Tante Esther sambil saling lumat begini.


Tapi ketika melihat ke jam dinding, aku sadar bahwa sejam lagi adalah waktunya karyawan dan karyawatiku pada pulang. Sehingga aku memacu entotanku dengan jilatan dan gigitan - gigitan kecil di leher Tante Esther yang masih keringatan.


Kali ini bukan hanya leher yang jadi sasaran bibir dan lidahku. Ketika tangan Tante Esther berada di dekat kepalanya, mulutku pun langsung menyeruduk ke ketiaknya. Di situ lidah dan bibirku beraksi. Menjilat - jilat dan menyedot - nyedot. Sementara tangan kiriku asyik meremas - remas toket kanannya.


Tante Esther pun mulai merintih - rintih histeris lagi, “Chepiii… aaaaaa… aaaaaaah… ini enak sekali Sayaaaang… aaaaa… aaaaah… entot terus sambil jilatin ketekku Cheeeeep… enak sekali… entot terusssss… entooootttttt… entoooootttt… aaaahhhh… entoooottttttt …


Aku pun semakin bersemangat mengayun pnisku, bermaju mundur di dalam liang vgina yang masih becek namun erotis ini.


Aku memang ingin secepatnya ejakulasi, karena takut kalau - kalau Nike memaksa pulang sebelum aku datang ke kantor. Atau mungkin saja ada sesuatu yang emergency, yang mengharuskan Nike pulang lebih cepat dari semestinya.


Maka sambil menjilati ketiak Tante Esther, sementara tanganku meremas - remas toketnya, gerakan entotanku pun semakin gencar. Seolah ingin menggedor - gedor dasar liang vgina mamanya Nike itu.


“Nan… nanti lepasin di… di mana Tante?” tanyaku tersendat - sendat, karena sedanbg gencarf - gencarnya mengayun pnisku.


“Di dalam aja. Aman kok. Emangnya udah mau ejakulasi?”


“Iya Tante.”


“Tahan dikit ya… aku juga udah mau lepas lagi nih. Kalau bisa barfengin lepasinnya,” ucap Tante Esther yang lalu memperbinal goyangan pinggulnya, dengan gerakan ombak bergulung - gulung itu. Sehingga kelentitnya terus - terusan bergesekan dengan pnisku.


Dan akhirnya ia berkelojotan dengan mata merem melek.


Ketika sekujur tubuhnya mengejang tegang, aku pun sudah berada di titik puncak kenikmatanku. Maka kubenamkan pnisku sedalam mungkin, tidak kugerakkan lagi.


Lalu kami seperti sepasang manusia yang sedang kerasukan. Saling cengkram, saling remas sekuatnya.


Pada saat yang sama, kurasakan liang vgina Tante Esther berkedut - kedut kencang, disusul dengan gerakan sekujur liang vginanya yang bergerak seperti spiral, seolah sedang meremas pnisku.


Pada saat yang sama, batang kemaluanku pun mengejut - ngejut sambil memuntahkan lendir kenikmatanku.


Croooottttt… croootttt… croooootttttt… crotttcrottttttt… crooootttttt…!


Peristiwa indah bersama Tante Esther itu terus - terusan menggelayuti terawanganku sejak aku meninggalkan rumahnya sampai tiba di kantor, di mana karyawan dan karyawatiku masih pada sibuk mengerjakan tugasnya masing - masing. Padahal beberapa menit lagi mereka sudah mau pulang.


Aku pun langsung menuju ruang kerjaqku yang berdampingan dengan ruang kerja kesepuluh karyawanku. Nike tampak masih bekerja di depan laptopnya.


“Jangan pulang Beib. Aku ingin ngobrol banyak denganmu. Tapi sekarang mau mandi dulu ya,” kataku.


Nike mengangguk sambil tersenyum manis.


Aku pun langsung menuju kamarku. Langsung masuk ke kamar mandiku.


Aku memang harus mandi sebersih mungkin, lalu mengganti pakaianku, takut ada harum parfum Tante Esther yang menempel di badanku dan tercium oleh Nike.


Pada saat aku mandi, jam kerja para karyawan pun habis. Maka setelah mandi kukenakan saja baju dan celana piyamaku.


Kemudian menghampiri Nike yang masih standby di ruang kerja kami berdua.


“Duh enaknya Boss Chepi, bisa langsung ganti baju piyama, karena kantornya menyatu dengan rumah,”


“Iya. Tapi kalau bangunan kantor baru itu sudah selesai, aku bakal sama aja dengan kamu Beib.”


“Tadi katanya mau ngajak ngobrol, soal apa Yang?”


“Ngobrolnya di kamarku aja yuk. Biar leluasa. Kalau di ruang kerja gini kan sikap kita jadi berbau - bau formal.”


Nike mengangguk sambil tersenyum. Lalu mengikuti langkahku, masuk ke dalam kamarku yang dengan ruang kerjaku hanya terbatas ruang keluarga.


Di dalam kamarku, Nike meletakkan tas kecilnya di atas meja kecil, lalu duduk di sofa putihku.


Seperti biasa saat itu Nike mengenakan baju seragam kantor perusahaan. Mengenakan blazer dan spanrok serba putih, dengan blouse berwarna kuning muda. Seragam itu harus dikenakan oleh seluruh karyawati di perusahaanku (Sebenarnya perusahaan punya Tante Aini. Tapi Tante Aini memakai namaku sebagai ownernya).


Aku duduk di samping Nike sambil berkata, “Perasaan dari hari ke hari, kamu semakin cantik aja Nik.”


“Deuh gombal gitu pasti ada maunya.”


“Memang ada mauku.”


“Mau apa Yang?” tanya Nike sambil merapatkan duduknya padaku.


“Kita kan bakal jadi suami - istri. Tapi mencium bibirmu pun tak pernah.”


“Aku kan ikut kemauan Bang Chepi aja. Kalau Abang cuma ingin cium pipi, ya aku kasihkan pipiku. Kalau mau cium bibir ya pasti akan kukasih juga, walau pun aku belum pernah merasakan dicium cowok.”


“Kalau aku mau cium bibir yang bawah dikasih gak?” tanyaku sambil merayapkan tanganku ke pahanya yang putih mulus.


“Bibir bawah? Iiih… emangnya bibir bawah suka dicium?” Nike bergidik.


“Suka. Malah setelah dicium lalu dijilati.”


“Iiih Baaang… dengernya aja aku merinding nih.”


“Tapi kamu benar - benar masih perawan kan?”


“Masih Bang. Kalau gak perawan lagi bunuh aja aku di malam pertama kita nanti.”


“Kalau kubuktikan keperawananmu sekarang, boleh nggak?” tanyaku dengan desir nafsu yang semakin menggodaku.


“Boleh aja,” sahut Nike tenang, “Asalan ada kepastian dulu kapan kita menikah.”


“Tentu saja kamu harus jadi mualaf dulu Beib.”


“Aku sudah jadi mualaf Bang.”


“Haaa?! Yang bener… !” cetusku kaget.


“Serius Bang. Surat resminya juga ada.”


“Di mana kamu resmi jadi mualaf Beib?”


“Di masjid dekat rumah.”


“Kapan itu terjadi?”


“Kira - kira dua minggu yang lalu.”


“Kok gak bilang - bilang sama aku?”


“Kan agama itu urusan pribadiku dengan Tuhan. Aku jadi mualaf atas kesadaranku sendiri. Bukan karena paksaan dari Bang Chepi. Makanya aku diam - diam aja.”


“Sebelum jadi mualaf, kamu tentunya belajar dulu kan?”


“Iya Bang. Aku diajari oleh saudara sepupuku yang sudah duluan jadi mualaf.”


“Mamamu marah nggak?”


“Nggak. Kan familiku banyak yang sudah jadi mualaf.”


Aku terharu mendengar pengakuan itu. Lalu kucium bibir Nike, sebagai ciuman bibibr yang pertama bagi kami. Kali ini bukan atas nama nafsu. Tapi atas dasar perasaan haru dan bahagia, karena Nike sudah jadi mualaf atas kesadarannya sendiri.


Aku bahkan membatalkan niatku untuk mengambil keperawanan Nike, karena kesadaranku datang sendiri dengan teguhnya. Bahwa aku tak mau mengotori hidup Nike yang kuanggap masih suci. Aku tak mau terlalu banyak bergelimang dosa. Terutama Nike yang sudah menjadi mualaf itu, harus kujunjung tinggi di atas ubun - ubunku.


Akhirnya aku dan Nike hanya ngobrol ke barat ke timur saja, tanpa point penting.


Lalu kuijinkan Nike pulang dengan motor barunya yang dibeli oleh sebagian isi cek hadiah dariku itu.


Setelah Nike pulang, aku pun tidur dengan nyenyaknya.


Jam sembilan malam aku terbangun, karena perutku terasa lapar.


Setelah termenung sesaat, kuganti pakaianku, lengkap dengan jaket kulitku.


Kemudian kukeluarkan mobilku dari garasi. Dan kularikan di jalan aspal, menuju sebuah resto yang buka 24 jam.


Aku cuma minta french fries dan ayam goreng crispy pedas.


Ketika aku baru mulai menikmati french fries-ku, terdengar suara perempuan di samping kananku, “Selamat malam Boss.”


Ketika menoleh ke arah datangnya suara, ternyata yang menyapaku itu seorang perempuan muda yang hitam manis, yang tak lain dari karyawatiku sendiri, bernama Kristina.


“Malam, “aku mengangguk sambil tersenyum, “Sama siapa Tin?”


“Sendirian aja Boss,” sahut Kristina yang biasa kupanggil Tina itu.


“Ayo kalau begitu pesan sana mau makan apa?”


“Saya sudah selesai makan Boss.”


“Kalau begitu temani aku makan deh. Ayo duduk di situ,” ucapku sambil menunjuk ke kursi yang berada di depanku, terbatas oleh meja resto yang di seluruh dunia ada cabangnya itu.


Kristina pun duduk di kursi yang kutunjuk.


Aku sudah tahu bahwa Kristina punya suami yang bekerja di kapal barang di luar negri. Dan hanya pulang sembilan bulan sekali. Karena suaminya sembilan bulan di laut, tiga bulan di darat.


Dan aku sudah sering menggodanya, karena aku suka sekali yang hitam manis seperti Kristina itu. Tadinya aku cuma iseng saja, suka mengirim WA padanya. Dan selalu saja sambutannya hangat. Tapi aku belum pernah melakukan apa - apa dengannya, karena aku pun ragu untuk, menggoda karyawatiku sendiri.


Tadi pada waktu aku melepaskan Nike begitu saja, sebenarnya ada yang kutindas di dalam batinku. Yang kutindas itu adalah nafsu birahi. Demi kenyamanan batin Nike, aku membatalkan niatku untuk “membuktikan” perawan tidaknya kekasihku yang jelita dan sangat patuh itu. Lalu aku mencoba melupakannya dengan istirahat total.


Tapi setelah bangun tidur di saat yang tidak tepat ini si Jhoni bangun lagi. Sedangkan Mbak Nindie tengah “cuti bulanan”.


Maka perjumpaan tak disengaja dengan Kristina ini merupakan celah yang menggembirakan bagiku. Karena belakangan ini aku punya “desir khusus” kepada karyawatiku yang usianya baru 21 tahun itu. Hanya 2-3 tahun lebih tua dariku.


Maka obrolan lewat WA yang terkadang sudah melewati batas itu, kini ingin kubuktikan dalam kenyataan. Bahkan aku masih menyimpan WA dengannya di luar jam kerja itu :


Aku - Kamu siap berbagi rasa denganku?-


Tina - Siap lah. Kapan dan di mana?-


Aku - Nanti ya… aku mau pilih waktu yang terbaik -


Tina - Jangan nunggu suami saya keburu pulang Boss -


Aku - Memangnya kapan suamimu pulang? -


Tina - Mungkin pertengahan bulan depan -


Dan kini perempuan hitam manis yang sudah janjian mau ena-ena di WA itu sudah muncul sendiri di depan mataku, dalam suasana batinku yang sedang membutuhkan penyaluran nafsu birahiku ini.


“Bagaimana kalau rencana wikwik kita sekarang aja dilaksanakannya?” tanyaku ketika Kristina sedang tersenyum - senyum manis itu.


Dia kelihatan agak kaget. Dan tidak langsung menjawab.


“Sekarang Boss?” tanyanya mengambang.


“Iya,” sahutku.


“Di mana?”


“Di rumahku aja.”


“Tapi rumah Boss kan dijagain satpam. Kalau mereka melihat saya, pasti gempar di kantor nanti.”


“Takkan ada yang melihat kamu Tin. Nanti kamu ngumpet aja di jok belakang mobilku. Kacanya kan gelap. Takkan ada yang bisa melihatmu dari luar. Mobil langsung kumasukkan ke dalam garasi. Setelah pintu garasinya ditutup, kamu turun dan ikut aku masuk ke dalam kamarku. Kan dari garasi ada pintu yang langsung menuju kamarku.


Kristina tercenung lagi.


“Bagaimana?” desakku.


“Dijamin aman Boss?”


“Aman lah.”


Wanita muda yang bekerja di bagian operasional perusahaanku itu tercenung lagi sesaat. Lalu berkata perlahan, “Iya deh. Tapi saya gak bawa pakaian ganti.”


“Banyak pakaian perempuan di kamarku. Punya tanteku.”


“Iya deh… saya juga udah penasaran… ingin melukin Boss semalam suntuk,” ucap Kristina sambil tersipu - sipu.


“Iya… nanti kita lakukan semuanya sampai hilang penasarannya. Oke?”


“Oke Boss.”


Beberapa saat kemudian Kristina sudah duduk di seat belakang mobilku yang sudah kukeluarkan dari parkiran restoran yang murah meriah itu.


Sesuai dengan yang sudah kuatur, pintu gerbang dibuka oleh dua orang satpam wanita, kemudian mobilku langsung masuk ke dalam garasi yang pintunya terbuka sendiri setelah aku memijat remote control yang selalu tersimpan di laci dashboard mobilku. Sementara Kristina tetap rebah menelungkup di seat belakang.


Setelah mobilku berada di dalam garasi, pintu garasi pun menutup sendiri secara automatis.


Kristina pun kusuruh turun dari mobilku. Lalu kubuka pintu yang menghubungkan garasi dengan kamarku.


Setelah berada di dalam kamarku, Kristina seperti terheran - heran, “Baru tau dari garasi ada jalan langsung menuju ke kamar Boss.”


Setelah menutupkan pintu yang menghubungkan kamarku dengan garasi, kupeluk Kristina dari belakang.


Dia diam saja. Bahkan berkata, “Saya merasa seperti bermimpi Boss. Tadinya saya pikir Boss cuma maui becanda aja di WA. Gak taunya beneran terjadi.”


“Sejak kamu kirim foto vginamu, aku jadi gak sabaran lagi. Pengen ngerasain legitnya vgina cewek yang hitam manis seperti kamu Tin.”


“Hihihiiii… jadi pengen malu… ngirim foto vgina segala sama Boss… saking inginnya disayang sama Boss…”


“Iya…” sahutku yang masih memeluk Tina dari belakang, “tapi kamu pakai celana jeans dan jaket tebal gini, nyusahin aku dong.”


“Sebentar Bos. Mau dibuka deh celananya,” kata Kristina sambil melepaskan diri dari pelukanku. Lalu di depan mataku ia melepaskan sepatu dan celana jeansnya. Jaket tebalnya pun dilepaskan. DIsusul dengan pelepasan behanya tanpa mencopot blousenya. Sehingga sepasang payudara indahnya tampak sebagian besar di mataku, termasuk sepasang pentil toketnya…


Tanpa ragu ia memamerkan toketnya padaku. Bahkan sesaat kemudian ia pun menanggalkan celana dalamnya, sehingga tampaklah sebentuk kemaluan yang berjembut di bagian atasnya, sementara bibir vginanya bersih dari jembut. Ini yang paling kusukai. Memelihara jembut boleh - boleh saja, tapi jangan berserabutan di antara bibir vginanya, karena kalau kujilati bisa tertelan jembutnya.


|| Halaman Selanjutnya ==>>




Posting Komentar

0 Komentar
Posting Komentar (0)
To Top